Keselamatan Anak di Sekolah: Siapa yang Bertanggungjawab?

19 Januari 2018 21:15 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SDN 01 Menteng, Sekolah Obama. (Foto: Nadia Jovita Injilia Riso/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
SDN 01 Menteng, Sekolah Obama. (Foto: Nadia Jovita Injilia Riso/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ancaman bahaya dapat mengintai anak kapan dan di mana saja. Tak terkecuali di lingkungan sekolah yang dianggap sebagai rumah kedua bagi anak.
ADVERTISEMENT
Nasib malang dialami Muhammad Faher (11), siswa SDN 143 Limpotengah, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan meninggal dunia akibat tersengat listrik pada Rabu (17/1). Duka itu bermula ketika Faher bersama teman-temannya menghabiskan waktu istirahat di halaman belakang sekolah. Tak menyangka ada aliran listrik, Faher bersandar di tiang besi di bawah penampungan air. Sontak, Ia tersengat dan meninggal di lokasi kejadian.
Faher bukanlah anak pertama yang tidak bisa diselamatkan dari ancaman bahaya di sekolah, maupun di lingkungan lain yang dekat dengan anak. Pada 2015 silam, seorang bocah berusia 3 tahun jatuh dari lantai 5 sebuah mal di Surabaya, Jawa Timur. Sementara di tahun 2014, seorang kakek tanpa sengaja melindas tubuh cucunya ketika sedang memundurkan mobilnya. Dan yang menyedihkan, ketiga berita ini hanya sebagian kecil dari banyak kejadian lain yang menambah ironi dari keselamatan anak di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Inisiator Safekids Indonesia, Wahyu Setyawan Minarto yang akrab disapa Billy menyampaikan keprihatinan atas minimnya penjagaan keselamatan anak-anak di Indonesia. Tak terkecuali, kejadian Faher dan kasus-kasus lainnya. “Budaya peduli kita akan keselamatan anak masih kurang. Ya kita sebagai orang tua, guru-guru dan semuanya seharusnya memiliki otoritas,” kata Billy kepada kumparan, Jumat (19/1).
Menurut Billy, idealnya sekolah memiliki standar keamanan (safety) utamanya bagi anak-anak. Misalnya, adanya analisis keamanan pembangunan gedung --misalnya penambahan pagar atau barigade di belakang tiap sekolah-- hingga guru dan staf sekolah yang ikut memperhatikan dengan serius keamanan dan keselamatan di lingkungan sekolah.
Orang tua pun tidak bisa kemudian sepenuhnya menyerahkan tanggungjawab keselamatan anak-anaknya pada pihak sekolah saja. “Orang tua harus bertanggungjawab betul terhadap anak. Misalnya dengan membekali diri dengan pengetahuan atas bahaya dan pengurangan resiko,” lanjut Billy. Baginya, orang tua perlu berkomunikasi dengan pendidik dan juga anak tentang bahaya-bahaya yang mungkin saja mereka hadapi di sekolah. Selain itu, cara penanggulangan resiko bahaya yang lebih serius juga perlu diketahui bersama.
ADVERTISEMENT
“Tindakan penanganan yang tidak benar justru bisa berdampak fatal.” kata Billy menekankan pentingnya pengetahuan yang benar atas penanggulangan bahaya.
Safekids yang lahir dari keresahan atas kondisi budaya keselamatan anak yang lemah itu, kini terus menggencarkan edukasi kepedulian dan kesadaran bagi orangtua, pendidik dan anak-anak. Misalnya, melalui pembuatan modul sistem penyelamatan sekolah tanggap darurat tiap tahun sebanyak 2-3 kali. Selain tatap muka, Safekids juga mengkampanyekan dalam berbagai lini media sosialnya tentang pentingnya menjaga keselamatan anak.
Billy juga menyampaikan, Safekids yang lahir pada 2015 lalu, kini mulai menyasar langkah advokasi kepada regulator di pemerintahan. Sehingga, penjagaan keselamatan anak atas “kelalaian” pun mendapat perhatian dalam UU.
Bagaimana menurut Anda, Moms? Yuk, lebih peduli dengan keselamatan anak-anak kita.
ADVERTISEMENT