Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Untuk sebagian orang, imunisasi masih menimbulkan keraguan. Latar belakang keraguan ini bisa beragam, tapi di antaranya adalah mengenai boleh tidaknya atau halal tidaknya imunisasi menurut ajaran Islam.
ADVERTISEMENT
Salah satu contohnya dan yang baru-baru ini menjadi perdebatan adalah soal vaksin Measles dan Rubella (MR). Vaksin MR yang ditetapkan menjadi imunisasi wajib itu belum memiliki status halal karena menggunakan bahan dari tripsin babi sebagai katalisator dalam proses pembuatan vaksin. Untuk ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun mengeluarkan fatwa.
Dalam Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018, MUI menyatakan vaksin MR hukumnya mubah (dibolehkan) karena kondisi keterpaksaan dan belum ditemukan vaksin MR yang halal. Fatwa ini melengkapi Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016 yang sebelumnya juga sudah menjelaskan hukum imunisasi.
Tapi dengan adanya Fatwa MUI ini, ternyata masih banyak orang yang merasa bingung atau ragu. Misalnya ingin tahu kondisi seperti apa yang bisa dianggap terpaksa atau darurat? Apakah Anda termasuk di antaranya, Moms?
Agar lebih jelas, kumparanMOM menghubungi Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr. H. Asrorun Ni’am Sholeh, saat dihubungi kumparanMOM pada Rabu (24/04).
ADVERTISEMENT
Ni’am menyatakan bahwa hukum imunisasi dan kondisi darurat yang dimaksud sebenarnya sudah dipaparkan dengan sangat jelas dalam Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016 tentang Imunisasi. Sayangnya, banyak masyarakat yang belum paham karena tidak membaca isi fatwa secara lengkap atau hanya membaca sepotong-potong di media sosial saja. Akibatnya, kita tidak dapat memahami fatwa MUI ini dengan benar.
"Di definisi ada (penjelasannya), akibat yang ditimbulkan," ujar Ni'am.
Nah Moms, jangan salah paham lagi. Yuk, luangkan waktu untuk membaca lengkap isi Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2016 tentang imunisasi di bawah ini
Menetapkan: Fatwa tentang Imunisasi
Pertama: Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1. Imunisasi adalah suatu proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu dengan cara memasukkan vaksin.
ADVERTISEMENT
2. Vaksin adalah produk biologi yang berisi antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati atau masih hidup tetapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, atau berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid atau protein rekombinan, yang ditambahkan dengan zat lain, yang bila diberikan kepada seseorang akan menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu.
3. Al-Dlarurat adalah kondisi keterpaksaan yang apabila tidak diimunisasi dapat mengancam jiwa manusia.
4. Al-Hajat adalah kondisi keterdesakan yang apabila tidak diimunisasi maka akan dapat menyebabkan penyakit berat atau kecacatan pada seseorang.
Kedua: Ketentuan Hukum
1. Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu.
ADVERTISEMENT
2. Vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci.
3. Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram.
4. Imunisasi dengan vaksin yang haram dan/atau najis tidak dibolehkan kecuali:
a. digunakan pada kondisi al-dlarurat atau al-hajat;
b. belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci; dan
c. adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal.
5. Dalam hal jika seseorang yang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib.
6. Imunisasi tidak boleh dilakukan jika berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, menimbulkan dampak yang membahayakan (dlarar).
ADVERTISEMENT
Ketiga: Rekomendasi
1. Pemerintah wajib menjamin pemeliharaan kesehatan masyarakat, baik melalui pendekatan promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.
2. Pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
3. Pemerintah wajib segera mengimplementasikan keharusan sertifikasi halal seluruh vaksin, termasuk meminta produsen untuk segera mengajukan sertifikasi produk vaksin.
4. Produsen vaksin wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal.
5. Produsen vaksin wajib mensertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Pemerintah bersama tokoh agama dan masyarakat wajib melakukan sosialisasi pelaksanaan imunisasi.
7. Orang tua dan masyarakat wajib berpartisipasi menjaga kesehatan, termasuk dengan memberikan dukungan pelaksanaan imunisasi .
Keempat: Ketentuan Penutup
1. Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
ADVERTISEMENT
2. Agar setiap muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini.
Ditetapkan di: Bogor
Pada tanggal: 13 Rabi’ul Akhir 1437 H/23 Januari 2016 M
----------
kumparanMOM mendukung penuh Pekan Imunisasi Dunia dengan menyiapkan puluhan artikel tentang imunisasi sepanjang minggu ini khusus untuk Anda, Moms. Baca semuanya dengan mengikuti topik Pekan Imunisasi Dunia dan jangan lupa sebarkan pada seluruh keluarga dan teman-teman Anda, ya.