Moms, Begini Cara Menjawab Bila Anak Bertanya Tentang Aksi Demo 22 Mei

22 Mei 2019 14:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi ibu dan anak Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu dan anak Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak semalam hingga malam ini, layar TV dan lini masa Anda mungkin penuh dengan berita seputar kericuhan maupun demo 22 Mei di depan kantor Bawaslu, Tanah Abang dan Petamburan. Bikin sedih ya, Moms? Cemas rasanya melihat kondisi seperti ini.
ADVERTISEMENT
Tapi kalau orang dewasa saja bisa merasa cemas karena membaca, melihat atau mendengarnya, apalagi anak? Bila anak menyaksikannya, anak mungkin akan merasa bingung, cemas, takut dan ngeri. Anak juga bisa saja meniru adegan yang dilihatnya.
"Lebih baik, jauhkan anak dari TV. Kita juga enggak usah nonton dulu. Letakkan ponsel atau tablet, manfaatkan saja hari ini untuk bonding moment, jadi waktu berkualitas, main atau sayang-sayangan sama anak," demikian saran Annelia Sari Sani dari Petak Pintar Center for Learning Problems dan Klinik Psikologi RSAB Harapan Kita saat dihubungi kumparanMOM, Rabu (22/5) siang.
Annelia yang biasa disapa Anne juga mengingatkan, bila Anda bekerja, tinggalkanlah pesan untuk pengasuh anak di rumah agar menjauhkan si kecil dari TV selama kondisi masih seperti ini. Tidak usah juga menunjukkan pada anak berita, foto atau video tentang demo 22 Mei yang ada di ponsel mereka misalnya.
ADVERTISEMENT
Pengasuh di sini, berarti termasuk kakek, nenek, tante atau orang dewasa lain yang ikut mengasuh anak selama Anda tidak bersama mereka ya, Moms.
"Selain enggak membantu untuk ketenangan pikiran si pengasuh, mengikutinya rawan secondary trauma!" tukas Anne.
Apa maksudnya? Anak bisa ikut takut bila melihat pengasuhnya merasa takut, Moms. Merasa panik bila pengasuhnya panik. Juga merasa trauma jika menyaksikan pengasuh atau orang lain di dekatnya mengalami kejadian traumatik.
Lantas bagaimana bila anak kadung mengetahui, melihat atau mendengar tentang kondisi ini lantas menanyakannya?
Ilustrasi Ibu dan Anak Foto: Shutterstock
"Pertama, cek dulu anak-anak tahunya sampai mana, ya. Kalau enggak tahu kan, enggak apa-apa," ujar Alzena Masykouri MPsi, Psi, dari Sentra Tumbuh Kembang Anak, Kancil, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Tanyakan pada anak, "Kamu lihat/dengar/baca apa, Nak?" Kalau anak menjawab, "Aku lihat kebakaran!" atau "Aku lihat banyak polisi," ini berarti masih aman. Anda tidak perlu menjawab macam-macam.
Bilang saja pada anak, "Oh ya benar, ada kebakaran. Tapi itu jauh dari rumah kita. Kamu tidak usah takut," atau "Kita memang punya banyak polisi. Polisi tugasnya melindungi dan membuat kita aman."
Demo di depan gedung Bawaslu. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara kalau anak ternyata tahu 'sesuatu' jelaskan secukupnya. Kalau anak tahu ada dan bertanya tentang demo 22 Mei misalnya. Anda bisa bahas dari "demo" itu artinya apa, kenapa orang melakukannya. Ini bukan berarti Anda harus menjelaskan panjang lebar tentang proses pemilu atau seperti apa demokrasi di negeri kita pada anak lho, Moms.
ADVERTISEMENT
Jelaskan saja bahwa demo adalah menyatakan pendapat dengan beramai-ramai mendatangi pihak lain. Tujuannya supaya diperhatikan. Intinya beri anak jawaban yang tepat, benar, tidak menyesatkan namun juga tidak berlebihan.
Setelah itu, bahas bagaimana perasaan maupun pendapat anak terhadap hal ini. Bila Anda menangkap ada kecemasan, tenangkan anak agar ia yakin bahwa semua akan baik-baik saja dan ada Anda yang akan melindunginya.
ibu dan anak laki-laki Foto: Shutterstock
Hal kedua yang perlu dilakukan orang tua menurut Alzena adalah cek perasaan anak, dan terima.
"Tanyakan, apakah ia merasa takut? Merasa bingung? Atau bagaimana? Lalu sampaikan bahwa Anda mengerti dan memahami," Alzena memberi tips.
Kalau anak bilang ia merasa takut karena ada orang yang marah-marah atau ada mobil yang dibakar misalnya. Anda bisa mengatakan, "Wah, kamu takut ya. Ibu paham. Memang mengerikan ya melihatnya." Dengan begitu anak merasa diterima perasaan atau emosinya.
ADVERTISEMENT
"Tapi jangan lupa juga untuk memberi anak rasa aman setelahnya," tukas Alzena lagi.
Bila anak menyoroti aksi-aksi pada demo 22 Mei yang Anda nilai cukup keras misalnya, jangan membawa anak untuk menghakimi atau membahas kekerasan atau kejahatan yang ia lihat. Alihkan ke kebaikan-kebaikan dan hal yang lebih positif agar anak tidak cemas.
Anda bisa mengatakan, "Iya, mungkin mereka merasa perlu bersikap seperti itu. Tapi ada juga cara-cara yang baik dan di dunia ini pun banyaaaaak sekali orang yang selalu memilih untuk berbuat dan bersikap baik. Kamu salah satunya kan, Sayang? Semakin banyak orang yang suka berbuat dan bersikap baik, dunia juga akan jadi tambah baik."
ibu dan anak laki-laki Foto: Shutterstock
Anne pun setuju dengan saran dari Alzena ini. Anne menambahkan, setelah berpesan pada anak, pastikan Anda juga menjaga sikap di depan mereka.
ADVERTISEMENT
"Bagaimanapun pendapat Anda mengenai aksi atau kondisi yang tengah terjadi, jangan mengeluarkan kata-kata kasar di depan anak bila selama ini Anda mengajarkan anak untuk berkata-kata baik. Itu akan bertentangan dan menyebabkan disonansi kognitif, anak bingung karena apa yang selama ini terlarang untuknya malah dilakukan orang tuanya!" Anne mengingatkan.
Ilustrasi ibu dan anak setelah salat Foto: Shutterstock
Contoh lain yang Anne berikan adalah bila Anda meyakinkan anak bahwa semua akan baik-baik saja tapi lantas anak melihat Anda menangis terus.
"Saat kita salat dan sujud misalnya. Bisa saja, kita nangis karena begitu sedih memikirkan negeri ini. Tapi bila dilihat anak bagaimana? Anak juga bisa bingung, apa yang terjadi, kenapa Ibu biasanya sujudnya cepat, ini kok, pake nangis lama sekali? Anak pun, jadi cemas dan merasa ada yang tak beres," Anne memaparkan.
ADVERTISEMENT
Jadi Moms, semua peristiwa yang terjadi sudah pasti membuat kita sebagai masyarakat Indonesia cemas sekaligus lebih waspada. Namun tetaplah berusaha menjalankan aktivitas seperti biasa, bersikap tenang dalam menyikapi aksi dan demo 22 Mei ini. Berikan selalu rasa aman pada anak-anak tercinta, karena itulah tugas kita sebagai orang tua.