Penyebab dan Gejala Autisme pada Anak

2 April 2018 19:01 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Autis (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Autis (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Tanggal 2 April diperingati sebagai Hari Kesadaran Autisme Sedunia. Autisme sendiri merupakan gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak. Kelainan tersebut bisa mempengaruhi bagian otak yang mengatur emosi, komunikasi, dan gerakan tubuh.
ADVERTISEMENT
Dilansir National Health Service, kelainan autisme hingga saat ini belum bisa dipastikan penyebabnya. Namun, banyak faktor pendukung yang kemungkinan besar dianggap sebagai pemicunya. Apa saja?
Genetik
Mutasi Gen (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Mutasi Gen (Foto: Pixabay)
Genetik menjadi faktor yang paling sering disebut-sebut sebagai penyebab paling memungkinkan anak menderita Autism Spectrum Disorder (ASD). Jika salah satu orang tua memiliki sifat pembawa gen ini, maka bisa membuat anak mereka lebih rentan terhadap pengembangan ASD. Jika anak pertama sudah menderita ASD, kemungkinan bisa menurun kepada adik-adiknya.
Meski demikian, sampai detik ini belum ada gen spesifik yang telah teridentifikasi terkait dengan ASD. Beberapa peneliti bahkan menganggap jika bisa saja anak yang terkena ASD mempunyai sindrom genetik langka yang ada dalam tubuhnya, termasuk sindrom Fragile X, sindrom Williams, dan sindrom Angelman yang diketahui sebagai cikal bakal terjadinya kelainan autisme.
ADVERTISEMENT
Demam
Flu pada ibu hamil (Foto: THINKSTOCK )
zoom-in-whitePerbesar
Flu pada ibu hamil (Foto: THINKSTOCK )
Sebuah penelitian yang dipublikasikan Molecular Psychiatry mengatakan bahwa ibu hamil yang mengalami demam saat menginjak trimester kedua, 40 persen berpotensi melahirkan anak dengan kelainan autisme.
"Demam yang dialami wanita hamil saat trimester kedua dikaitkan dengan meningkatnya risiko Autism Spectrum Disorder," tulis tim peneliti pada jurnal tersebut.
Penelitian tersebut menghasilkan teori bahwa bakteri atau virus berpotensi merusak otak bayi karena berhubungan dengan respons imun pada ibu hamil. Hal itu karena zat kimia bernama sitoksin dapat melewati plasenta dan memengaruhi pertumbuhan fetus.
"Penelitian yang menggunakan sample berskala besar ini mengonfirmasi bahwa terdapat kaitan antara demam dan risiko autisme pada trimester kedua. Menariknya, kaitan ini semakin kuat hubungannya ketika wanita hamil mengalami demam lebih dari tiga kali dan obat-obatan anti demam seperti acetaminophen dapat mengurangi risiko autisme," tutur Thomas Frazier, Chief Science Officer Yayasan Autism Speaks.
ADVERTISEMENT
Alkohol dan Obat-obatan
Ilustrasi obat. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi obat. (Foto: Pixabay)
Faktor lain yang juga memengaruhi adalah gaya hidup. Ibu yang mengonsumsi alkohol atau jenis obat-obatan seperti sodium valporate yang biasa diminum saat terjadi epilepsi selama kehamilan juga bisa menjadi pemicu ASD.
Usia Ibu saat Mengandung
Ilustrasi ibu hamil.  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ibu hamil. (Foto: Thinkstock)
Semakin tua usia ibu saat memiliki anak, semakin tinggi risiko anak menderita autisme. Sebuah penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun.
Anak asyik bermain (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Anak asyik bermain (Foto: Pixabay)
Hingga kini, bukti valid masih belum ditemukan sehingga para peniliti masih mencari tahu penyebab pasti dari ASD. Meski demikian, gejala austisme bisa diketahui sejak dini, bahkan saat usia si kecil baru menginjak enam bulan. Bagaimana caranya?
ADVERTISEMENT
Seorang dokter terkemuka asal Inggris, Dr. Miriam Stoppard, mengatakan bahwa eye tracking atau melihat pergerakan mata seorang bayi bisa menjadi cara mudah untuk mengetahui tanda-tanda yang mengacu pada gejala kelainan austisme.
"Jika kita ingin mendiagnosis dan mengobati anak dengan kelainan autisme lebih cepat, maka kita harus menemukan tanda-tanda yang mengindikasikan bahwa anak tersebut mempunyai risiko pada pengembangan Autism Spectrum Disorder (ASD)," ungkap Dr. Miriam.
Umumnya, seorang bayi mampu melihat dan bahkan mengenali wajah seseorang sesaat setelah mereka lahir. Dibandingkan dengan kemampuannya melihat sebuah objek, Dr. Miriam mengatakan, mata seorang bayi bisa lebih fokus saat diajak bicara orang tuanya.
Untuk mengecek apakah anak tersebut memiliki gejala autisme, maka orang tua perlu mengajak berbicara bayi sambil melihat apakah si kecil fokus menatap mata Anda. Penelitian yang dilakukan terhadap 51 bayi menunjukkan bahwa hampir semua bayi dan balita lebih fokus saat melihat wajah seseorang, tak terkecuali wajah orang tuanya.
ADVERTISEMENT
Jadi, saat si kecil tidak mampu melihat Anda secara fokus, maka bisa diperkirakan bahwa anak tersebut berisiko mengalami kelainan autisme.
Selain itu, ada beberapa gejala autisme yang bisa orang tua perhatikan saat usia anak di bawah tiga tahun, seperti berikut ini:
1. Lambat dalam belajar bicara
2. Melakukan gerakan yang sama berulang kali
3. Tidak peka dan bereaksi terhadap suara di sekitarnya
4. Tidak merespons saat namanya dipanggil
5. Susah fokus
6. Kehilangan kemampuan berbahasa, sekitar sepertiga penderita autisme juga sering mengalami kejang-kejang.
Agar bisa mendapat penanganan yang tepat sedini mungkin, segera lakukan pemeriksaan ke dokter jika menemukan tanda-tanda di atas pada anak.
Dengan penanganan dan kasih sayang Anda, anak dengan autisme juga bisa tumbuh berprestasi dan mandiri.
ADVERTISEMENT