Psikolog: Adopsi Adalah Kisah Cinta yang Seharusnya Tak Perlu Ditutupi

1 November 2018 15:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi adopsi anak (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi adopsi anak (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Adopsi atau mengangkat anak merupakan suatu keputusan besar dan komitmen panjang keluarga. Mengambilnya berarti Anda dan pasangan harus benar-benar siap secara materi maupun mental. Termasuk siap menjawab pertanyaan, kapan anak angkat sebaiknya diberi tahu ia diadopsi?
ADVERTISEMENT
Karena yang selama ini banyak ditemukan di masyarakat, keluarga khususnya orang tua umumnya berusaha menutupi kisah adopsi. Entah karena rasa malu, atau justru rasa sayang yang sayang besar dan takut menyakiti perasaan anak yang diadopsi.
Namun tidak demikian dengan Nouf Zahra Anastasia, seorang guru yang berdomisili di Depok dan biasa disapa dengan nama panggilan Anas. Ia dan suaminya tidak pernah merasa perlu, menutupi kisah adopsi yang mereka alami. "Kenapa ditutupi? Bagi kami, adopsi adalah sebuah kisah cinta!"
Anas dan suami, dengan penuh suka cita menceritakan pada keluarga besar, teman-teman dan tetangga saat mereka akan membawa pulang anak angkatnya ke rumah. Anas juga membuat pengumuman tentang kehadiran anggota keluarga baru mereka di media sosial.
ADVERTISEMENT
Sikap mereka ini, ternyata justru membuat keluarga besar, teman-teman dan tetangga pun memberikan respon yang positif. Tidak ada yang bergunjing di belakang, tidak ada yang merasa bingung atau terbeban karena tidak ada yang perlu dirahasiakan, bahkan banyak yang memberi hadiah seperti kisah kelahiran bayi lainnya.
Sementara pada anak, mereka mulai mengenalkan istilah adopsi saat putra angkatnya berusia 2,5 tahun. Penulis buku berjudul Ketika Aku Diadopsi itu yakin itulah waktu yang tepat untuk membiasakan anak dengan fakta bahwa ia adalah anak angkat.
“Pertama kali ketemu kan, saat ia masih usia 7 bulan di panti asuhan dan baru bisa dibawa pulang ketika ia 11 bulan. Belum mengerti juga, anaknya. Setelah konsultasi ke psikolog, kami putuskan untuk beritahu dia di usia itu. Awalnya ia enggak paham, malah ketawa-ketawa,” cerita wanita yang akrab dipanggil Anas itu.
ADVERTISEMENT
Kisah itu Anas paparkan pada Parenting Talkshow: Berbicara tentang Adopsi pada Minggu (28/10) di kantor kumparan. Talkshow tersebut merupakan hasil kolaborasi kumparan dengan Ruang Tumbuh untuk mengangkat isu adopsi yang masih jarang diangkat dan minim informasi.
Parenting Talkshow “Berbicara tentang Adopsi” di kumparan. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Parenting Talkshow “Berbicara tentang Adopsi” di kumparan. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
Dalam acara itu hadir pula Vera Itabiliana Hadiwidjojo S.Psi., psikolog remaja dan anak yang mendampingi Anas selama 10 tahun membesarkan anak angkatnya.
Vera menjelaskan tak ada cara khusus maupun usia yang paling siap untuk memberitahu anak ia diadopsi. Yang sebaiknya dilakukan adalah membiasakan sedini mungkin tentang fakta tersebut atau conditioning.
“Sebenarnya lebih mudah kalau diadopsi dari bayi sehingga anak bisa dibiasakan dengan kata adopsi. Bisa lewat cerita atau lewat doa. ‘Ya Allah, berikanlah keselamatan untuk keempat orang tuaku’,” papar Vera.
ADVERTISEMENT
Conditioning juga bisa dilakukan dengan mengajak anak ke panti asuhan asal dan menunjukkan foto-foto saat ia masih di sana, seperti yang dilakukan Anas. Awalnya, mungkin anak tidak paham. Namun seiring berjalannya waktu ia akan mengerti dan terbiasa.
Parenting Talkshow “Berbicara tentang Adopsi” di kumparan. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Parenting Talkshow “Berbicara tentang Adopsi” di kumparan. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
Membiasakan fakta adopsi juga harus diikuti pernyataan bahwa anak itu disayangi dan kehadirannya sangat berharga bagi orang tua angkatnya. Ungkapan sayang ini harus berkali-kali disampaikan.
Perlu Anda ingat Moms, bahwa anak itu pernah merasa ditolak dan ditinggalkan orang tua kandungnya. Tugas orang tua angkat adalah menyembuhkannya.
“Aku cuma mau memastikan ia dicintai, berharga, diinginkan, dan diterima. Kita punya ritual peluk, cium, meski makin gede dia enggak mau. Tapi dari kecil sudah dibiasakan untuk tahu betapa kami mencintai dia dan cerita itu diulang-ulang. Every single day, hugging is a must,” papar Anas.
ADVERTISEMENT
Lebih jauh, Vera menegaskan pentingnya membiasakan fakta adopsi sedini mungkin. Anak pasti akan marah jika terlambat diberitahu dan merasa dibohongi bertahun-tahun. Seluruh dunianya bagaikan runtuh. Dia akan mengambil jarak dan menutup diri.
Menutupi fakta ia anak adopsi juga menimbulkan perspektif bahwa itu adalah sesuatu yang memalukan. "Apa sih, yang biasanya kita tutupi? Hal yang memalukan atau buruk, kan?" Inilah yang membuat anak akan merasa dia tidak sepenuhnya disayangi dan diterima. Meski ditutupi pun, akan ada beberapa momen di mana anak mempertanyakan asal-usulnya.
“Akan ada gejolak dalam diri anak yang dia enggak tahu cara menyampaikannya sehingga timbul perilaku negatif. Ikatan batin juga enggak maksimal terjalin karena orang tua angkat masih menyimpan rahasia yang mengganjal sehingga jadi jarak,” jelas Vera.
Parenting Talkshow “Berbicara tentang Adopsi” di kumparan. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Parenting Talkshow “Berbicara tentang Adopsi” di kumparan. (Foto: Shika Arimasen Michi/kumparan)
Karena itulah, Vera menegaskan bahwa alih-alih ditutupi dan menjadi bom waktu, orang tua bisa mengikuti jejak Anas dan suaminya yang memandang adopsi sebagai kisah cinta yang indah.
ADVERTISEMENT
“Keluarga itu terbentuk karena cinta. Dari cinta ayah dan ibu, lahirnya buah hati. Saya rasa sama saja, adopsi itu lahir karena ayah ibu saling mencintai dan menginginkan kehadiran buah hati. Jadi enggak perlu malu, enggak perlu takut, selama kita nyaman, dan yakin itu kisah cinta, harusnya enggak perlu ditutupi,” tutup Anas.