Ilustrasi KPK Tamat

3 Kali KPK Berjalan Tanpa Pimpinan Lengkap

13 September 2019 13:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi KPK tamat. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK tamat. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Hanya beberapa jam setelah Irjen Firli ditetapkan sebagai Ketua KPK periode 2019-2023, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memutuskan untuk mundur. Padahal, masa jabatannya baru akan berakhir pada Desember mendatang.
ADVERTISEMENT
Saut bahkan sudah mengirimkan surat perpisahan kepada seluruh karyawan KPK. Dalam surat itu, Saut menyebut akan purna tugas sejak Senin, 16 September mendatang.
Dengan mundurnya Saut, posisi pimpinan KPK menjadi tidak utuh. KPK harus berjalan selama empat bulan ke depan dengan hanya dipimpin Ketua KPK Agus Rahardjo dan tiga orang wakil, Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, dan Laode Muhammad Syarif.
Namun, ini bukan pertama kalinya KPK harus kehilangan satu kakinya. Di periode-periode sebelumnya, KPK juga pernah terpaksa berjalan pincang tanpa pimpinan yang lengkap.
KPK Jilid II (2007-2011)
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar saat mengisi acara diskusi "Mencari Pemberantas Korupsi yang Mumpuni" di Media Center DPR/MPR RI, Jakarta, Kamis (18/7). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Periode ini adalah periode dengan jumlah pergantian pimpinan terbanyak sepanjang sejarah KPK. Di periode ini, KPK juga pernah berjalan hanya dengan dikepalai tiga orang pimpinan.
ADVERTISEMENT
Gonjang-ganjing di tubuh pimpinan KPK 2007-2011 berawal dari kasus yang menjerat Ketua KPK saat itu, Antasari Azhar. Antasari diduga bekerjasama dengan pengusaha Sigid Haryo Wibisono untuk membunuh Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.
Akibat kasus itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencopot Antasari dari jabatannya untuk sementara pada 4 Mei 2009.
Alhasil, KPK saat itu hanya berjalan dengan empat orang wakil ketua saja. Mereka adalah Bibit Samad Rianto, Chandra Hamzah, Mochammad Jasin, dan Haryono Umar.
Bibit Samad Rianto Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Belum selesai kasus Antasari, dua wakil ketua KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, terganjal kasus penyalahgunaan wewenang. Kasus keduanya pertama kali ditiupkan oleh tersangka kasus sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) Anggoro Widjojo.
Anggoro sempat mengaku kepada Antasari --yang masih menjadi ketua saat itu-- bahwa ia telah menggelontorkan uang Rp 6 miliar untuk 'membereskan' kasus di KPK. Di akhir Juli 2009, Antasari yang berada di tahanan karena kasus pembunuhan mengeluarkan pernyataan yang menuding ada dua petinggi KPK yang diduga menerima suap.
ADVERTISEMENT
Bibit dan Chandra pun harus dinonaktifkan sementara pada 21 September 2009 akibat kasus ini. Praktis, pimpinan KPK saat itu hanya tinggal tersisa dua orang saja, Mochamad Jasin dan Haryono Umar.
Tumpak Hatorangan Panggabean Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Baru pada 6 Oktober 2009, SBY melantik tiga orang Plt, yakni mantan Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (plt untuk Antasari), Waluyo (plt untuk Bibit), dan Mas Achmad Santosa (plt untuk Chandra). Penunjukan ini hanya berselang lima hari sebelum Antasari resmi dicopot tetap dari jabatannya pada 11 Oktober 2009.
Pada 4 Desember 2009, Bibit dan Chandra kembali menjabat sebagai Wakil Ketua KPK setelah kasus yang menjerat keduanya dihentikan. Sedangkan pengganti definitif Antasari, Muhammad Busyro Muqoddas, baru dilantik 20 Desember 2010.
KPK Jilid III (2011-2015)
Mantan pimpinan KPK, Abraham Samad sambangi KPK. Foto: Apriliandika Pratama/kumparan
KPK periode ini pernah selama dua hari hanya dipimpin oleh dua orang saja. Pasalnya, Ketua KPK saat itu, Abraham Samad, dan Wakil Ketua Bambang Widjojanto harus mundur karena terjerat dua kasus berbeda. Sedangkan Wakil Ketua Busyro Muqoddas habis masa jabatannya.
ADVERTISEMENT
Abraham Samad dicopot dari jabatannya pada 18 Februari 2015. Ia dicopot setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen bersama seorang perempuan bernama Feriyani Lim pada 9 Februari 2015.
Feriyani Lim adalah pengusaha garmen asal Pontianak, Kalimantan Barat, yang diisukan sempat berfoto mesum dengan Abraham. Dalam kasus itu, Feriyani Lim diduga membuat dokumen berupa KK, KTP, dan paspor dengan data palsu. Dalam data itu, Abraham tercantum sebagai kepala keluarga dan Feriyani sebagai anggota keluarga.
Ketua Tim kuasa hukum pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 Bambang Widjojanto. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Di tanggal yang sama, Bambang Widjojanto juga diberhentikan dari jabatannya di KPK karena ditetapkan sebagai tersangka kasus saksi palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalteng. Padahal, Pilkada yang dimaksud terjadi pada 2010 lalu, atau lima tahun sebelum Bambang jadi tersangka.
ADVERTISEMENT
Bambang yang pada 2010 lalu menjadi kuasa hukum salah satu paslon, Ujang Iskandar-Bambang Purwanto, dituduh telah meminta sejumlah orang untuk memberikan kesaksian palsu di pengadilan. Dalam kasus ini, Bambang diduga melanggar Pasal 242 Jo Pasal 55 KUHP dan dibekuk pada 23 Januari 2015.
Dicopotnya Abraham dan Bambang membuat KPK saat itu hanya dipimpin dua orang, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja. Sebab, pada 16 Desember 2014, Wakil Ketua Busyro Muqoddas --yang di periode sebelumnya menjadi pengganti definitif Antasari-- sudah habis masa jabatannya.
KPK akhirnya melantik tiga orang pengganti pada 20 Februari 2015, atau dua hari setelah Abraham dan Bambang mundur. Keduanya adalah Taufiequrachman Ruki (plt untuk Abraham), Johan Budi (plt untuk Bambang), dan Indriyanto Seno Adji (plt untuk Busyro).
ADVERTISEMENT
KPK Jilid IV (2015-2019)?
Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/Kumparan
Jika Wakil Ketua KPK Saut Situmorang benar-benar mundur, hal ini akan menambah daftar panjang ketidaklengkapan pimpinan KPK dalam satu periode. Saut rencananya akan mengakhiri masa baktinya pada Senin (16/9) setelah menjalankan dua agenda KPK yang sudah dijadwalkan sebelumnya.
Saut menjadi salah satu pimpinan KPK yang paling gencar menjegal langkah Irjen Firli untuk duduk di posisi pimpinan KPK. Bahkan, konferensi pers Saut yang membeberkan kasus dugaan pelanggaran etik keras Firli mendapat kritikan dari Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata.
Menurut Marwata, konferensi pers itu tidak sah karena tiga dari lima pimpinan KPK sepakat menghentikan proses dugaan pelanggaran etik oleh Firli saat menjabat Deputi Penindakan KPK. Keputusan itu, kata Alex, dianggap sebagai keputusan yang sah.
ADVERTISEMENT
Namun, Ketua KPK Agus Rahardjo membantah jika konferensi pers Saut dituding tidak sah. Dalam konferensi pers yang juga diikuti Wakil Ketua KPK Laode M Syarief dan Saut Situmorang, Agus menjelaskan tindakan Saut sudah disetujui mayoritas pimpinan KPK.
"Saya ingin mengklarifikasi Pak Saut kemarin melakukan konferensi pers itu adalah persetujuan mayoritas pimpinan lain," ujar Agus.
Agus tak menampik bahwa ada dinamika soal persetujuan pimpinan soal konferensi pers itu. Pada saat konferensi pers, Agus mengaku berada di Yogya.
Namun ia kembali menegaskan bahwa jumpa pers itu sudah disetujui mayoritas pimpinan melalui WhatsApp.
"Bukan Pak Saut berjalan sendirian tapi persetujuan mayoritas pimpinan," ujar Agus.
Jika Saut resmi mundur, hingga masa jabatan KPK 2015-2019 berakhir pada Desember mendatang, lembaga antirasuah ini harus bertahan dengan dipimpin empat orang. Kecuali, jika ada plt yang ditunjuk untuk menggantikan Saut.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten