Akhir Kisah Bisnis Esek-esek di Lokalisasi Sunan Kuning, Semarang

23 Juni 2019 11:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Lokalisasi Sunan Kuning di Jalan Argorejo pada siang hari. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Lokalisasi Sunan Kuning di Jalan Argorejo pada siang hari. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
ADVERTISEMENT
15 Agustus 2019 bakal menjadi akhir dari bisnis prostitusi atau esek-esek di Resosialisasi Argorejo Semarang atau yang lebih dikenal dengan nama lokalisasi Sunan Kuning.
ADVERTISEMENT
Penutupan oleh Pemkot Semarang itu merupakan tindak lanjut kebijakan Kementerian Sosial yang berencana menutup seluruh lokalisasi di Indonesia. Terhadap rencana penutupan itu, pengelola Resosialisasi Argorejo, Suwandi, menghormatinya.
"Tapi saya meminta kebijaksanaannya," kata pria berusia 68 tahun kepada kumparan di Balai Pertemuan Resosialisasi dan Rehabilitasi Argorejo, Sabtu (22/6).
Kebijaksanaan yang dimaksud Suwandi, yakni agar Pemkot benar-benar memikirkan nasib para PSK dan keluarganya yang telah menggantungkan hidup dari lokalisasi.
Suasana Lokalisasi Sunan Kuning di Jalan Argorejo pada malam hari. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Suwandi kemudian bercerita bagaimana sejarah lokalisasi yang telah dibinanya sejak tahun 1992 itu berdiri.
Saat itu, kata Suwandi, di Kota Semarang menjamur prostitusi liar di jalan-jalan. Kawasan tempat menjamurnya prostitusi itu berada di sekitar Banjir Kanal Barat, Jalan Stadion, Jagalan, Jembatan Mberok hingga Sebandaran. Padahal, lokasi tersebut dekat dengan pusat kota.
ADVERTISEMENT
"Terus pusatnya ada di Karang Kembang (wilayah Semarang Tengah). Nah tahun 60 itu dipindahkan semua ke sini (kawasan Sri Kuncoro, Kelurahan Kalibanteng, Semarang Barat)" kata Wandi, sapaannya.
Suasana Lokalisasi Sunan Kuning pada siang hari. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Pemusatan lokalisasi itu lantas dikukuhkan oleh Wali Kota Semarang pada masa itu, Hadi Subeno, melalui SK bernomor 21/15/17/66. Tujuan pemusatan itu, agar para PSK tidak menyebar di sudut-sudut kota.
Waktu pun terus bergulir hingga sekitar tahun 2000-an, lokalisasi itu hampir ditutup dan dipindah ke daerah Pudakpayung, yang berbatasan dengan Kabupaten Semarang.
Namun setelah persiapan sedemikian rupa untuk pemindahan, warga sekitar Pudakpayung rupanya tak setuju. Warga Pudakpayung bahkan protes dengan merusak infrastruktur yang sudah dibangun saat itu seperti kios-kios.
"Nah oleh Wali Kota Semarang waktu itu, Trisno Suharto, tidak jadi (dipindah). Tetap dengan adanya kebijakan, sehingga namanya dirubah menjadi Resosialisasi Argorejo," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kala itu, Pemkot juga meminta para PSK dibina. "Sehingga dipertimbangkan, berganti jadi Resosialisasi dan Rehabilitasi Argorejo. Mucikarinya didaftar. Tahun 2014 itu kita punya 3 program," ujar pria asal Wonogiri itu.
Tampak depan tempat Resosialisasi Agrorejo. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Tiga program meliputi kesehatan yakni screening rutin 2 minggu sekali, tes HIV 3 bulan sekali dan para pria hidung belang wajib menggunakan kondom.
"Program itu berhasil. Malah tahun 2015 pernah ditinjau Menkes, dibilang (lokalisasi) paling baik di Indonesia," kata Wandi.
Program kedua yakni para PSK diwajibkan menabung untuk bekal di masa depan.
"Disimpan uangnya ada koperasi. Sehingga bisa digunakan bekal waktu kembali ke masyarakat," ucap Wandi.
Ketiga adalah program pengentasan. Para PSK wajib mengikuti pelatihan hingga bimbingan konseling. Tujuannya agar para PSK bisa mencari mata pencaharian lain di luar prostitusi.
ADVERTISEMENT
"Program itu berlaku tiga tahun sekali. Dan pada tahun 2017 dibuktikan jumlah WPS (PSK -red) menurun hingga 30 persen," tegas Wandi menyebut pada 2014 terdapat 740 PSK yang kemudian tahun 2017 tersisa 476 PSK.
Pengelola Resosialisasi Argorejo Sunan Kuning, Suwandi. Foto: Afiati Tsalitsati/kumparan
Wandi menyatakan, jika Pemkot tidak kejar tayang melakukan penutupan, Wandi optimis tahun 2019 jumlah PSK bisa kembali berkurang di angka 200 orang. Sehingga nantinya jumlah PSK habis dengan sendirinya.
"Tapi sudah terlanjur, ya saya menghormati saja," tutur Wandi.
Di sisi lain, Wandi juga tengah bernegoisasi dengan Pemkot agar memberikan sedikit kelonggaran. Dia berharap nantinya hanya bisnis prostitusi yang ditutup.
"Saya minta prostitusi saja ditutup, karaokenya tidak. Saya jamin anak asuh saya tidak ada yang macam-macam," tutupnya.
ADVERTISEMENT