Alasan KSPI Dukung Prabowo di Pilpres 2019: Sudah Ada Kontrak Politik

1 Mei 2018 15:06 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Said Iqbal. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Said Iqbal. (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sudah menyatakan dukungannya kepada Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto untuk maju sebagai Capres di Pemilu 2019. Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan alasannya mendukung Prabowo karena sudah memberikan kontrak politik.
ADVERTISEMENT
Kontrak politik tersebut akan ditandatangani di depan publik. Prabowo kata Said Iqbal dianggap KSPI sosok yang pro buruh.
“Karena kita mensyaratkan kontrak politik. Sepultura, Sepuluh Tuntutan Buruh dan Rakyat. Kesepuluh tunntutan itu antra lain, upah layak, hapus outsourcing, angkat tenaga honorer jadi PNS, lindungi pengemudi ojek online, jaminan kesehatan dan pensiun ditingkatkan anggarannya, perumahan murah, dan transportasi murah dan gratis. Ada 10 dan hari ini akan ditandatangani di depan 50 ribu buruh di Istora Senayan,” kata Said di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa, (1/5).
Said optimistis bahwa Prabowo mampu melaksanakan kontrak itu kalau sudah menandatanganinya.
“Sepultura ditandatangani. Jangan tanya keyakinan, ini soal kepercayaan,” ujar Said.
Said mengaku pihaknya sudah melakukan rapat kerja nasional. Rapat tersebut, mayoritas anggota KPSI menyatakan dukungannya kepada Prabowo. Bahkan Said mengatakan siap menyumbang 10 juta suara untuk Ketua Umum Partai Gerindra tesebut.
ADVERTISEMENT
“Sudah dilakukan kuesioner, mayoritas 98 persen anggota KSPI memilih Prabowo Subianto. Anggota 2,2 juta orang dengan keluarga hampir 5,7 juta orang. Kami akan berupaya menyumbangkan suara 5-10 juta untuk Prabowo Subianto,” ungkapnya.
Lebih lanjut Said mengakui bahwa jika Prabowo sudah terpilih, pihaknya menginginkan menteri tenaga kerja diambil dari serikat buruh karena akan menjalankan kontrak politik terkait kebijakan tenaga kerja.
“Di seluruh dunia itu lazim. Ini bukan politisasi, tapi buruh adalah warga negara, setiap warga negara punya hak politik dan disampaikan santun, dan damai,” tuturnya.