Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Altantuya "Bangkit dari Kubur" untuk Menghantui Najib Razak
24 Mei 2018 11:54 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Altantuya tewas dibunuh dengan cara sadis pada Oktober 2006 silam. Menurut laporan polisi kala itu, wanita 28 tahun itu ditembak dua kali sebelum jasadnya dimusnahkan dengan diledakkan menggunakan bom C-4 kelas militer.
Kasus kematian model asal Mongolia itu tidak pernah benar-benar rampung. Dua pelaku pembunuhan sadis itu memang telah diadili, namun motif dan otak pelakunya masih samar.
Pembunuhan Altantuya disebut sebagai upaya menutupi kasus korupsi pembelian kapal selam Prancis. Kasus ini membayangi Najib Razak yang ketika itu menjabat Menteri Pertahanan Malaysia. Najib tentu saja membantahnya. Ketika dia menjadi PM sejak 2008, kasus ini menguap.
Setidaknya hingga saat ini.
Seorang dari dua tersangka pembunuhan Altantuya yang kabur ke Australia, Sirul Azhar Umar, kembali bersuara. Dari balik penjara pusat detensi di Australia Sabtu lalu (19/5), dia mengatakan siap bekerja sama dengan pemerintahan baru Malaysia pimpinan Mahathir Mohamad untuk mengungkap kasus ini. Namun ada syaratnya. Mantan polisi Malaysia ini meminta pemerintah mengampuni dirinya.
Sirul, 45, dan seorang tersangka lainnya, Azilah Hadri, divonis mati atas pembunuhan Altantuya. Dia melarikan diri ke Australia pada 2015 pada pengadilan banding dan ditangkap di negara itu atas permintaan Interpol.
ADVERTISEMENT
Dalam berbagai kesempatan sebelumnya, Sirul mengatakan dia "hanya kambing hitam" dan pembunuhan itu diperintahkan oleh "seseorang yang tinggi" jabatannya. Dia juga sempat menyebut keterlibatan "PM" Perdana Menteri, merujuk kepada Najib ketika dia memimpin. Namun pernyataan itu dianulirnya, diduga akibat desakan beberapa pihak.
"Itu satu-satunya kejahatan saya, saya tidak punya catatan kriminal lain sebelumnya. Karena itu, saya ingin membantu pemerintah baru apa yang sebenarnya terjadi jika pemerintah memberikan saya pengampunan penuh," kata Sirul, dalam wawancara dengan Malaysia Kini.
Seruan dibukanya lagi penyelidikan kasus ini juga disampaikan oleh Presiden Mongolia Battulga Khaltmaa dalam ucapan selamatnya kepada Mahathir yang memenangi pemilu. Anggota parlemen Pakatan Harapan (PH) Ramkarpal Singh mendesak pemerintah membentuk komisi penyidik khusus untuk mencari dalang pembunuh Altantuya.
ADVERTISEMENT
Kematian Altantuya
Altantuya lahir pada 1978 dan dibesarkan di Rusia sebelum kembali ke kampung halamannya di Mongolia pada 1990. Dia dua kali menikah yang keduanya kandas dengan perceraian dan memiliki dua orang anak.
Wanita berambut panjang ini sempat ke Prancis untuk sekolah modeling. Namun karier ini tidak benar-benar digelutinya. Altantuya mahir bahasa Mongolia, Rusia, China, Inggris, dan Prancis. Kepiawaian bahasa inilah yang membuat dia memutuskan menjadi penerjemah.
Pekerjaan ini membawanya ke China, Singapura, dan Malaysia. Dari pekerjaan inilah dia mengenal Abdul Razak Baginda, ahli keamanan dari lembaga think-tank Malaysian Strategic Research Centre yang ketika itu menjadi penasihat Najib Razak. Bahkan menurut beberapa sumber Altantuya dikenalkan kepada Razak Baginda oleh Najib sendiri.
ADVERTISEMENT
Altantuya bekerja sebagai penerjemah Abdul Razak Baginda dalam negosiasi pembelian kapal selam Scorpene dari Prancis oleh Malaysia sebesar USD 1,1 miliar. Media Prancis Liberation ketika itu memberitakan, Altantuya mengetahui adanya pemberian komisi dari produsen kapal selam Prancis DCNS sebesar 114 juta euro kepada perusahaan cangkang yang terkait dengan Abdul Razak Baginda.
Dalam penyelidikan kematian Altantuya, media menyebut wanita itu meminta uang tutup mulut sebesar US$500 ribu kepada Abdul Razak Baginda, jika tidak dia akan membongkar praktik korupsi pembelian kapal selam Prancis. Sumber lainnya mengatakan uang itu diminta Altantuya kepada Abdul Razak Baginda, jika tidak dia akan mengungkapkan perselingkuhan mereka ke istrinya.
Altantuya dinyatakan hilang pada 19 Oktober 2006. Dalam penelusuran, polisi menemukan serpihan tulang di hutan dekat Subang Dam, Puncak Alam, Shah Alam. Pemeriksaan DNA menyebutkan itu adalah tulang Altantuya. Penyelidikan menunjukkan, Altantuya ditembak sebelum diledakkan dengan C-4.
ADVERTISEMENT
Dua tersangka ditangkap, yaitu Azilah Hadri dan Sirul Azhar Umar, dua polisi yang menjadi pengawal Najib Razak ketika itu. Mereka menculik Altantuya dari rumahnya di Kuala Lumpur lalu membunuhnya.
Muncul nama Abdul Razak Baginda, dan Najib Razak dan istrinya, Rosmah Mansor, dalam perkembangan kasus ini.
Najib dan Rosmah membantah terlibat dalam pembunuhan Altantuya dan posisi mereka semakin kuat setelah Najib menjadi PM Malaysia pada 2008. Di tahun itu juga, Abdul Razak Baginda dinyatakan tidak terlibat dalam pembunuhan Altantuya oleh pengadilan.
Azilah dan Sirul divonis hukuman mati dalam kasus ini.
Namun misteri masih belum terjawab, yaitu soal motif pembunuhan Altantuya dan siapa dalang di baliknya.
Berburu dengan Waktu
Kekalahan Najib dalam pemilu membuat dia ketar-ketir. Menurut The Guardian (11/5), April lalu Khairul Anwar Rahmat ke Sydney untuk bertemu Sirul. Sumber The Guardian menyebut, Khairul mengatakan kepada Sirul: "Jangan katakan apa-apa".
ADVERTISEMENT
Upaya membungkam Sirul untuk tidak mengungkap dalang pembunuhan Altantuya terus berlanjut. Tapi Sirul tengah berburu dengan waktu.
Sirul harus membuktikan kepada pemerintah Australia bahwa dia bukan dalang pembunuhan tersebut jika ingin mendapatkan visa atau suaka. Tahun ini akan menjadi tahun terakhir Sirul di pusat detensi di Sydney, pilihan hanya dua, dapat suaka atau pulang ke negaranya menjemput maut.
Sirul memilih untuk pulang ke negaranya, tapi bukan untuk mati, melainkan mengungkapkan siapa otak pembunuh Altantuya.
Dalam wawancara dengan Malaysia Kini (19/5), Sirul meminta pemerintah Mahathir mengampuninya dengan balasan pengungkapan kasus kematian Altantuya 12 tahun lalu. Dia juga mengaku tidak puas dengan pengadilan atas dirinya.
Menurut dia, saksi utama dalam kasus itu tidak pernah didatangkan dan dia berharap kasus ini akan kembali diadili.
ADVERTISEMENT
Kepala polisi Malaysia Inspektur Jenderal Mohamad Fuzi Haron mengatakan mereka masih akan meninjau apakah kasus ini akan dibuka kembali.
"Saya harus melihat lagi kasus ini dan berdiskusi dengan pejabat-pejabat saya," kata Fuzi, Selasa (22/5), dikutip dari media Malaysia The Sun Daily.