Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Amin Santono Minta Tak Divonis 10 Tahun, Takut Mati di Penjara
28 Januari 2019 19:14 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
ADVERTISEMENT
Mantan anggota Komisi XI DPR Amin Santono meminta majelis hakim tidak menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara sebagaimana tuntutan jaksa penuntut umum KPK . Amin mengaku takut akan meninggal di dalam penjara, terlebih usianya kini telah 70 tahun.
ADVERTISEMENT
"Saat ini saya sudah 70 tahun, untuk waktu (hukuman) 10 tahun, maka kemungkinan besar saya akan meninggal di penjara. Dan akhirnya istri, anak, dan cucu saya harus kehilangan hak dalam mendapatkan kasih sayang dan perhatian," kata Amin saat membacakan nota pembelaan atau pleiodi sambil menangis di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/1).
Amin terjerat kasus suap alokasi tambahan anggaran di APBN Perubahan 2018 untuk Kabupaten Lampung Tengah dan Sumedang. Ia dinilai jaksa terbukti menerima uang suap Rp 3,3 miliar.
Amin mengharapkan majelis hakim mempertimbangkan fakta hukum dan hal yang meringankan hukuman baginya. Ia pun meminta maaf kepada semua pihak yang ikut terdampak buruk akibat perbuatanya.
"Jika memang saya harus berkahir tragis seperti ini, maka saya sampaikan istri saya tercinta, anak-anak saya dan cucu dan saudara saya, mohon dimaafkan atas kesalahan dan kelalaian saya selama ini," ucap Amin seraya menangis.
ADVERTISEMENT
Amin dituntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa KPK. Mantan polikus Partai Demokrat itu juga dituntut pencabutan hak politik selama 5 tahun usai menjalani pidana pokok.
Amin dinilai terbukti menerima suap Rp 3,3 miliar dari mantan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah, Taufik Rahman dan Direktur CV Iwan Binangkit, dan Ahmad Ghiast. Suap diberikan agar Amin mengupayakan Kabupaten Lampung Tengah dan Sumedang untuk mendapat alokasi tambahan anggaran di APBN Perubahan 2018.
Dalam persidangan terpisah terkait perkara yang sama, mantan Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Kemenkeu Yaya Purnomo membacakan pleidoi. Yaya menyesal menerima sejumlah uang dan memberikan informasi terkait dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Insentif Daerah (DID) APBN 2018. Ia mengaku sadar peneriman uang dan pemberian informasi itu yang membuatnya terseret dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi.
ADVERTISEMENT
"Secara pribadi saya minta maaf kepada orang yg telah saya ambil haknya mudah-mudahan Allah SWT mengampuni dosa saya," kata Yaya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/1).
Ia menganggap yang terjadi merupakan takdir dari Allah SWT. Namun, ia menyesalkan keterangan para saksi yang menyampaikan tidak sesuai denga fakta yang dialami. Kendati demikian, Yaya berharap adanya keadilan dalam kasus yang menimpanya.
"Untuk keluagra besar saya, khusus istri dan anak, saya semoga Allah SWT menambahkan ilmu dan diberikan kesabaran. Insyaallah kesabaran dan tawakal jadi penolong semua," tuturnya.
Dalam kasus ini Yaya dituntut 9 tahun hukuman penjara. Ia juga dituntut untuk membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Yaya dianggap terbukti menerima suap dan gratifikasi. Yaya disebut menerima suap Rp 300 juta dari mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa melalui Kepala Dinas PUPR Lampung Tengah Taufik Rahman.
Sementara untuk gratifikasi, Yaya disebut menerima uang senilai Rp 6,529 miliar, USD 55 ribu dan SGD 325 ribu. Uang berasal dari beberapa daerah terkait dengan pengurusan DAK dan DID APBN 2018.