Anak 15 Tahun di Jambi Berjuang Hidup setelah Diperkosa dan Dipenjara

29 November 2018 10:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Perlawanan Korban Pencabulan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Perlawanan Korban Pencabulan (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Nasib remaja putri berusia 15 tahun asal Murai Bulian, Jambi ini tidak seberuntung gadis seusianya. Di umur yang masih belia, dia harus menghadapi persoalan yang berat.
ADVERTISEMENT
Dia merupakan korban pemerkosaan oleh kakaknya sendiri, AA, 18 tahun hingga hamil. Perbuatan keji tersebut baru diketahui ibunya saat usia kandungan menginjak 6 bulan.
Tak pikir panjang, sang ibunda lantas melakukan upaya aborsi dengan memijat perut Rini hingga membuat ramuan tradisional. Mayat jabang bayi laki-laki itu lantas dibuang di kebun sawit.
Seminggu berselang, warga mencium bau menyengat. Pada Rabu (30/5), masyarakat desa geger dengan penemuan mayat bayi.
Malam harinya, korban, AA dan ibunda diamankan pihak kepolisian. Ketiganya diinterogasi hingga dini hari.
Selama dua bulan keluarga tersebut mendekam dalam tahanan, hingga Pengadilan Negeri Muara Bulian, Batanghari, Jambi menjatuhkan hukuman kepada AA pelaku sekaligus kakak kandung korban dengan pidana penjara selama 2 tahun.
ADVERTISEMENT
Sedangkan korban pemerkosaan ikut dijatuhi hukuman 6 bulan tahanan karena terbukti melakukan aborsi.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) no 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi Pasal 75 ayat 1, dikatakan bahwa aborsi dilarang, namun menjadi pengecualian apabila dilakukan dalam keadaan darurat medis yang bisa mengancam nyawa ibu atau kehamilan dan perkosaan sehingga berpengaruh pada psikologis korban (Pasal 75 ayat 2).
Keputusan hakim memenjarakan korban pemerkosaan ini mendapat pertentangan dari masyarakat. Sekelompok penggiat HAM seperti koalisi aktivis perempuan Jambi "Save Our Sister" beramai-ramai menyatakan perlawanan atas putusan vonis yang diberikan oleh Pengadilan Negeri Jambi kepada korban.
Mereka menganggap, putusan tersebut tidak memikirkan trauma kejiwaan yang dialami korban sebagai korban perkosaan saudaranya.
ADVERTISEMENT
Dukungan juga diutarakan oleh Mirna Novita Amir, Advokat Konsorsium Perempuan Jambi. Mirna menyebut beban yang dipikul korban lebih besar, dan penjara bukan tempat yang baik untuk para penyintas.
"Anak itu tempatnya bukan di penjara. Penjara bukan tempat yang baik untuk dia. Perspektifnya, anak adalah tempat dia belajar,mengembangkan minatnya terlepas dia melakukan aborsi, dia adalah korban. Kita berusaha mendampingi dia untuk menguatkan psikologisnya," ujar Mirna saat ditemui kumparan pada Senin (26/11).
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Bahkan sebuah petisi berjudul 'Anak Korban Perkosaan Tidak Layak untuk Dihukum' beredar di media sosial dan mendesak agar pengadilan membebaskan korban dari penjara. Hingga kini petisi tersebut telah ditandatangani sebanyak lebih dari 19 ribu orang.
Mendapat kritik pedas dari berbagai pihak, Pengadilan Tinggi Jambi lantas merevisi putusan PN Muara Bulian.
ADVERTISEMENT
Harapan menjadi kenyataan. Pada Agustus 2018, Ketua Majelis Jhon Diamond Tambunan dan Hakim Anggota Hiras Sihombing dan Efran Basuning melepaskan korban dari segala tuntutan.
"Menurut penilaian pendapat majelis hakim perbuatan melakukan aborsi itu ada. Namun berdasarkan pasal 48 kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam hal karena terpaksa oleh hakim bisa tidak dipidana," tutur Humas Pengadilan Tinggi Jambi Hasoloan Sianturi saat ditemui kumparan pada Senin (26/11).
"Kenapa juga bisa dilepaskan dan tidak dipidana? Menurut fakta-fakta persidangan, bahwa anak ini melakukannya karena ada faktor keterpaksaan berhubung dia diperkosa oleh kakak kandungnya sendiri. Sehingga kehamilannya ini menyebabkan trauma dan psikis yang berat bagi si anak," lanjut Hasoloan.
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Putusan Pengadilan Tinggi Jambi ini disambut baik oleh masyarakat terutama pihak-pihak yang memberikan dukungan untuk korban. Setelah dilepaskan, kini korban sementara menetap di Rumah Aman (Safe House) di Jambi.
ADVERTISEMENT
Namun, cerita berbeda disampaikan oleh ibunda yang dinyatakan bebas karena polisi tak memiliki cukup bukti atas tuduhan sebagai fasilitator aborsi.
kumparan menyambangi rumah keluarga korban untuk mendengar cerita versi ibunda. Menempuh 3 jam perjalanan darat dari Kota Jambi, dan 10 menit menyeberangi sungai Batang Hari, kami sampai di desa tempat tinggal korban.
Rumah keluarga korban sederhana, tanpa beton dan tembok mengelilingnya. Hanya rakitan kayu-kayu jati bersekat tirai panjang sebagai pemisah antara kamar, ruang keluarga dan dapur.
Diketahui, ibunda korban telah kembali ke rumahnya sejak September 2018. Namun, sejak saat itu ia belum berkesempatan mengunjungi korban di Rumah Aman.
Jarak yang jauh dan transportasi tak memadai jadi kendala keluarga bertemu korban. Namun sesekali keduanya berbincang melalui telepon genggam.
ADVERTISEMENT
"Saya tanya, apa kabar? Katanya baik, dia senang di Rumah Aman bisa belajar. Cita-citanya jadi guru dia. Saya bilang 'wujudkanlah cita-cita kau itu, Mamak dukung'," tutur ibunda dengan suara bergetar.
Perempuan 38 tahun itu lalu menceritakan kejadian yang menimpa anaknya. Saat tahu janin laki-laki yang ditemukan warga tersebut adalah anak dari anak perempuannya, dia tak percaya.
"Saya kan enggak percaya, enggak mungkin melahirkan waktu kapan dia melahirkan? Kata saya. Tiap hari dia sekolah, kalau saya pergi motong (berkebun karet) kalau dia enggak sekolah dia ngasuh ponakan saya ini yang kecil itu," jelasnya.
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi perlawanan korban pencabulan. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Selama ini dia tidak tahu bahwa anak gadisnya itu sedang mengandung. Namun, saat pemeriksaan di rumah sakit menyebut bahwa anak perempuannya telah melahirkan seminggu sebelum penangkapan, dia bungkam.
ADVERTISEMENT
"Saya ngomong sama dia, 'Nak kau ngaku sama Mamak kau, ngakulah kau sama saya'. Saya enggak akan marah kalau kau pun melahirkan, katakan kamu melahirkan. Kalau tidak, katakan tidak. Diam dia, sampai di rumah sakit itu dia nangis. Jawablah kau jawablah sebenar-benarnya, jangan takut. Emak ada sama kau," lanjutnya.
Setelah menjalani berbagai pemeriksaan di rumah sakit, dia menyebut, anaknya tidak aborsi namun keguguran saat melahirkan.
"Saya keberatan (tuduhan aborsi). Karena tidak ada bukti. Tak mungkin (aborsi), keguguran mungkin. Karena tertekan mungkin, dia itu kan ketakutan, bagaimanalah dia itu kan mungkin gugur sendirilah itu," lanjutnya.
Dia juga menyangkal tuduhan dirinya membantu proses aborsi kandungan anaknya.
"Kejadian itu saya enggak tahu, masalah anak saya melahirkan saya enggak tahu, saya pergi pagi balik sore, di situlah kejadian saya enggak tahu lah. Akhirnya itulah, saya dibebaskan oleh bapak polisi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Di rumah, korban dikenal sebagai anak pendiam, rajin dan pandai.
"Sehari-hari itu dia anaknya rajin, kalau saya pergi motong dialah masak, nyuci, ngurus adiknya kalau enggak sekolah," ungkapnya.
Dia mendukung segala keputusan yang terbaik untuk anaknya. Ia sadar, beban yang dipikulnya begitu berat. Terlebih usia anak perempuan satu-satunya itu masih sangat muda.
"Saya dukung dia tuh, saya bilang 'belajarlah kau dengan baik-baik. Wujudkan cita-cita kau. Mungkin di balik kejadian ada hikmah yang terbaik untuk kau," jelasnya.
Sudah dua bulan dia tak bertemu dengan anaknya. Rasa rindu itu tergambar dari raut wajahnya.
"Khawatir, saya selalu nanya kabar. Mau menjenguk jauh, dua minggu yang lalu saya terakhir telepon," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, pelaku pemerkosaan, AA yang merupakan anak sulungnya, mengaku telah meminta maaf kepada dia dan korban. AA mengaku menyesali perbuatan yang dilakukannya.
Namun, hukum harus ditegakkan dan keadilan adalah hak setiap orang termasuk korban pemerkosaan.
AA harus menjalani hukuman atas perbuatan yang ia lakukan. Sebagai ganjaran karena merenggut bahkan merusak masa depan adiknya sendiri.
Baru sebentar korban bisa bernapas sedikit lega atas kebebasan yang dirasakan, jaksa penuntut umum kembali mengajukan Kasasi pada September 2018 dengan alasan hukuman yang diberikan kepada korban dan AA tidak setimpal.
“Makanya, putusan Pengadilan Tinggi melepaskan korban itu kita tidak boleh bergembira dulu, tidak boleh terlalu senang. Karena perjuangan masih berlanjut. Polisi akan terus mencari bukti dan masih ada Kasasi ditakutkan kalau terlalu senang kita tidak tahu yang terjadi. Intinya, sedikit kita membantu dia memulihkan trauma lebih baik daripada menjebloskan dia ke penjara,” ujar Mirna.
ADVERTISEMENT
Saat ini pegiat HAM dan berbagai pihak kembali melakukan orasi dan upaya agar korban dibebaskan dan upaya banding jaksa ditolak Mahkamah Agung.
Simak perjuangan para penyintas kekerasan seksual lainnya di konten spesial dalam topik Perlawanan Korban Cabul Melawan.