Anomali Hidup Geng Motor Mongrel Mob: Kriminal Tapi Penyayang

19 Maret 2019 18:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para anggota geng motor Mongrel Mob memberikan penghormatan di Hagley College untuk para korban serangan masjid di Christchurch. Foto: AFP/MICHAEL BRADLEY
zoom-in-whitePerbesar
Para anggota geng motor Mongrel Mob memberikan penghormatan di Hagley College untuk para korban serangan masjid di Christchurch. Foto: AFP/MICHAEL BRADLEY
ADVERTISEMENT
Nama Mongrel Mob mungkin terdengar asing dalam skena geng di Indonesia. Tapi tidak di Selandia Baru. Di negara yang terletak di barat daya Samudera Pasifik itu, geng ini terkenal dan cukup ditakuti.
ADVERTISEMENT
Dengan jaringan lebih dari 30 cabang di penjuru wilayah, kini Mongrel Mob menjadi salah satu geng terbesar di Selandia Baru.
Tak ada yang bisa menelusuri kapan Mongrel Mob didirikan. Namun, Jarrod Gilbert dalam tesisnya berjudul The Rise and Development of Gangs in New Zealand pada 2010 memastikan bahwa tahun 1971, geng ini sudah mengaspal di jalanan Selandia Baru.
Para pendiri percaya penamaan geng Mongrel Mob berasal dari polisi lokal Wellington yang kerap menyebut anak-anak muda saat itu sebagai anjing kampung (mongrels). Nama itu kemudian dipakai hingga kini.
"Sepanjang yang aku ingat mereka (polisi) hanya berpikir bahwa kami adalah anjing kampung," ujar Chappy Steffert, salah satu pendiri awal Mongrel Mob.
Geng ini menganut filosofi mongrelism. Filosofi ini mendasari perilaku anggota geng yang berbeda dari norma sosial yang ada.
Para anggota geng motor Mongrel Mob memberikan penghormatan di Hagley College untuk para korban serangan masjid di Christchurch. Foto: AFP/MICHAEL BRADLEY
"Misteri dari geng ini adalah bahwa kita bisa benar meskipun sedang salah, kita bisa jadi baik meskipun pada kenyataannya buruk. Kami menganut kehidupan yang berkebalikan. Jiwa mafia mungkin tak masuk akal bagi orang di luar itu," terang Bruno Isaac, mantan anggota Mongrel Mob yang mendeskripsikan perilaku geng tersebut pada tahun 1980-an.
ADVERTISEMENT
Rupanya deskripsi semacam itu pun masih berlanjut hingga tahun 2000-an. Geng ini terlibat sejumlah tindak kriminal terorganisir seperti jual beli narkoba dan kepemilikan senjata.
Tahun 2004, polisi sempat melakukan operasi besar-besaran selama 15 bulan untuk memantau aktivitas Mongrel Mob. Operasi ini lantas menghasilkan 40 penangkapan terhadap anggota geng, termasuk presiden geng bernama Joseph Wiringi. Di Pengadilan Tinggi Christchurch, mereka dituntut atas 70 kejahatan.
Selanjutnya pada 2017, 25 anggota geng Mongrel Mob ditangkap setelah polisi melaksanakan investigasi selama 6 bulan. Investigasi yang dinamai Operasi Notus ini melibatkan 300 anggota kepolision di wilayah Teluk Plenty, Selandia Baru.
"Investigasi ini mengidentifikasi anggota dan rekan dari Mongrel Mob terlibat dalam distribusi komersial metamfetamin dan ganja kepada masyarakat," catat New Zealand Herald (27/3/2018).
Anggota geng motor Mongrel Mob memeluk keluarga korban serangan masjid di Christchurch. Foto: AFP/MICHAEL BRADLEY
Atas catatan kelam tentang Mongrel Mob, maka cukup unik apabila geng yang tubuh anggotanya dipenuhi tato ini justru menampakkan sikap simpatik terhadap korban penembakan di Christchurch, Sabtu (16/3) lalu.
ADVERTISEMENT
Mereka turut menyampaikan belasungkawa atas tragedi teror yang menimpa para korban di Hagley College. Tempat tersebut merupakan tempat di mana Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menyambut ratusan orang-orang selamat, anggota keluarga, serta pelayat.
Dengan mengenakan jaket, rompi, dan kaus berlogo anjing, anggota Mongrel Mob ikut menyemangati dan memberi dukungan pada keluarga korban serangan teror. Mereka juga tak segan untuk menyapa dan berbincang dengan pelayat lainnya.