Aung San Suu Kyi Didesak Bebaskan Dua Jurnalis Reuters

3 September 2018 18:32 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aung San Suu Kyi. (Foto: Mark Metcalfe/Pool via REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Aung San Suu Kyi. (Foto: Mark Metcalfe/Pool via REUTERS)
ADVERTISEMENT
Vonis tujuh tahun penjara untuk dua jurnalis Reuters yang menyelidiki pembantaian Rohingya di Myanmar menuai kecaman dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari organisasi kebebasan pers Reporter Lintas Batas (Reporters Sans Frontières/RSF) yang mendesak Aung San Suu Kyi membebaskan mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam pernyataannya, RSF yang bermarkas di Paris, Prancis, mengecam vonis atas Wa Lone, 32, dan Kyaw Soe Oo, 28, sebagai "hari kelam bagi kebebasan pers di Myanmar".
"Vonis yang tidak adil ini adalah hasil dari pengadilan palsu, yang memicu pertanyaan soal transisi demokrasi Myanmar," kata sekretaris jenderal RSF Christophe Deloire dalam pernyataannya, Senin (4/9) seperti dikutip dari AFP.
Vonis dijatuhkan hakim pengadilan Yangon kepada Wa Lone dan Kyaw Soe Oo setelah dinyatakan bersalah melanggar Undang-undang Rahasia Negara peninggalan kolonial karena menerima dan mengumpulkan dokumen rahasia.
Wa Lone (Atas) dan Kyaw Soe Oo (Bawah). (Foto:  REUTERS/Ann Wang)
zoom-in-whitePerbesar
Wa Lone (Atas) dan Kyaw Soe Oo (Bawah). (Foto: REUTERS/Ann Wang)
Wartawan dan fotografer Reuters ini ditangkap pada 12 Desember lalu ketika menyelidiki pembunuhan 10 orang Rohingya oleh tentara polisi di desa Inn Din, Rakhine.
ADVERTISEMENT
Mereka ditangkap di sebuah restoran di Yangon sesaat setelah dua polisi memberikan mereka dokumen rahasia. Salah satu polisi mengatakan, dokumen itu diberikan untuk menjebak dua jurnalis sebagai hukuman karena menulis soal pembantaian Rohingya.
Deloire menuding, pengadilan atas keduanya adalah perintah dari pemerintah. Oleh karena itu dia menyerukan pemimpin Myanmar membebaskan keduanya.
"Kami menyerukan otoritas tertinggi di negara itu, mulai dari kepala pemerintahan Aung San Suu Kyi, untuk membebaskan jurnalis-jurnalis tersebut, karena satu-satunya kejahatan mereka adalah melakukan pekerjaan itu (jurnalis)," kata Deloire.
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo. (Foto:  REUTERS/Ann Wang)
zoom-in-whitePerbesar
Wa Lone dan Kyaw Soe Oo. (Foto: REUTERS/Ann Wang)
Walau Myanmar transisi menuju demokrasi pada 2016 lalu, namun kerja pers di negara itu masih rawan. RSF mencatat Myanmar berada di peringkat 137 dari 180 negara dalam indeks kebebasan pers.
ADVERTISEMENT
Penyelidikan dua jurnalis Reuters dilakukan di tengah pembantaian warga Rohingya di Rakhine. Menurut laporan PBB, 10 ribu orang tewas dalam peristiwa itu, lebih dari 700 ribu mengungsi ke Bangladesh.
Suu Kyi sejak lama menampik tudingan internasional soal genosida Rohingya di negaranya. Namun Suu Kyi juga tidak berbuat banyak untuk menghentikan kekerasan militer terhadap Rohingya.
"Peraih Nobel Perdamaian Aung San Kyi mendukung pembantaian dan sekarang mendukung penindasan terhadap pers," kata Deloire.