Baiq Nuril, Perekam Telepon Mesum Kepala Sekolah, Akan Ajukan PK

14 November 2018 15:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kuasa hukum eks tenaga honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maknun, berencana mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) untuk menanggapi putusan kasasi yang menghukum kliennya enam bulan penjara. Nuril dihukum karena dianggap menyebarkan pembicaraannya dengan mantan kepala sekolah tempatnya bekerja. Pembicaraan itu berisi kalimat berunsur asusila.
ADVERTISEMENT
Pengajuan PK disebut kuasa hukum Nuril, Joko Jumadi, akan dilakukan setelah mereka mendapat salinan putusan dari MA. Saat ini, Joko baru menerima petikan putusan kasasi tersebut.
"Belum terima salinan hingga hari ini, baru petikan saja dari panitera pengadilan pada Jumat kemarin," kata Joko saat dihubungi, Rabu (14/11).
"Upaya yang bisa kami lakukan adalah PK, tapi belum bisa diajukan karena salinan putusan kasasinya belum ada," sambungnya.
Selain mengajukan PK, Joko juga berencana meminta agar jaksa menunda eksekusi putusan MA. Meski hingga kini, Nuril masih belum dipanggil jaksa. Nuril yang tidak bekerja lagi setelah kasusnya mencuat, kini masih berada di rumahnya.
Sedangkan pendamping Nuril yang merupakan anggota SafeNet (Southeast Asia Freedom of Expression Network) dan Paku ITE (Paguyuban Korban UU ITE), Ruby Lombok, merencanakan untuk menggalang dukungan. Petisi yang dalam jumlah besar akan mereka galang untuk menuntut Nuril dibebaskan.
ADVERTISEMENT
"Sebelumnya kami sudah buat petisi saat masih di pengadilan, ini kami rencanakan petisi yang lebih besar," kata Ruby.
SafeNet dan Paku ITE juga menggalang dana untuk membayarkan denda sebesar Rp 500 juta yang dijatuhkan MA kepada Nuril.
Nuril adalah tenaga honorer di SMAN 7 Mataram yang merekam percakapan telepon antara dirinya dengan Muslim yang merupakan Kepala Sekolah di sana. Percakapan itu direkam oleh Nuril lantaran Muslim melontarkan kata-kata yang mengandung unsur asusila. Karena merasa terganggu dan terancam, Nuril kemudian merekam kata-kata Muslim tanpa sepengetahuan Muslim.
Peristiwa itu terjadi pada Agustus 2012 silam. Namun, kasus mulai muncul pada Desember 2014, ketika seorang rekan Nuril bernama Imam Mudawim meminjam telepon genggam Nuril. Ia menemukan rekaman tersebut, dan kemudian menyalin rekaman itu.
ADVERTISEMENT
Setelah disalin oleh rekannya, rekaman yang bernada asusila itu kemudian dengan seketika menyebar luas ke sejumlah guru maupun siswa. Hal itu pun membuat Muslim merasa malu karena namanya telah dicemarkan hingga akhirnya melapor ke kepolisian.
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
Atas laporan itu, Nuril kemudian menjadi tersangka dan dijerat Pasal 27 Ayat 1 Juncto Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 11/2008 tentang ITE. Ia dinilai telah mentransmisikan atau menyebarluaskan rekaman perkataan orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan.
Akibatnya, Nuril terhitung sejak 24 Maret 2017 menjadi tahanan di Mapolda NTB dan atas jeratan hukuman ini. Namun, hakim PN Mataram lantas membebaskan Nuril dari semua dakwaan.
Dalam putusannya, hakim menyatakan, hasil rekaman pembicaraan Baiq Nuril Maknun dengan H Muslim yang diduga mengandung unsur asusila dinilai tidak memenuhi pidana pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
ADVERTISEMENT
Atas vonis tersebut, penuntut umum langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Pada putusan yang dibacakan pada 26 September 2018, hakim mengabulkan kasasi tersebut.
Berbeda dengan putusan PN Mataram, Mahkamah Agung menilai bahwa Nuril terbukti bersalah. Mahkamah Agung pun membatalkan vonis bebas Nuril yang dijatuhkan PN Mataram.
Lantaran dinilai bersalah, Nuril pun dijatuhi hukuman oleh MA, yakni 6 bulan penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan pidana denda sejumlah Rp 500 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan," ujar hakim dalam putusan tersebut.
Majelis hakim yang mengadili kasasi ini diketuai oleh hakim Sri Murwahyuni dengan hakim anggota Maruap Dohmatiga
ADVERTISEMENT