Bantuan Berkurang, Penanganan AIDS di Indonesia Terancam Terbengkalai

12 Oktober 2018 8:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bantuan Internasional Menyusut, Penanganan AIDS di Indonesia Terancam “Terbengkalai” (Foto: dok. Rasno Shobirin)
zoom-in-whitePerbesar
Bantuan Internasional Menyusut, Penanganan AIDS di Indonesia Terancam “Terbengkalai” (Foto: dok. Rasno Shobirin)
ADVERTISEMENT
Kecemasan akan berkurangnya bantuan internasional untuk penanganan penderita HIV/AIDS di negara berkembang, salah satunya Indonesia, dirasakan oleh Oganisasi AIDS terbesar di dunia, AIDS Healthcare Foundation (AHF). Sedangkan kemampuan pemerintah Indonesia untuk menangani pengidap HIV/AIDS dirasa masih belum memadai.
ADVERTISEMENT
“Dari sekitar 630 ribu penderita, hanya sekitar 290 ribu orang yang bisa ditangani,” kata Country Program Manager AHF Indonesia, Riki Febrian, di Hotel Santika Siligita, Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10).
Riki mengungkapkan, belakangan bantuan internasional untuk penanganan HIV/ADS di negara berkembang, termasuk Indonesia, berkurang. Hal itu terjadi karena Bank Dunia memberlakukan klasifikasi baru mengenai negara berpenghasilan menengah atau Middle Income Country (MIC).
Bank Dunia menetapkan negara dengan penduduk berpenghasilan 2,73 dolar AS per hari atau setara dengan harga secangkir kopi di banyak negara, bukan termasuk kelompok negara miskin.
“Padahal, badan atau lembaga donor, seperti Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria, menggunakan skala penghasilan Bank Dunia untuk menentukan negara yang menerima bantuan,” ujar Riki.
Bantuan Internasional Menyusut, Penanganan AIDS di Indonesia Terancam “Terbengkalai” (Foto: dok. Rasno Shobirin)
zoom-in-whitePerbesar
Bantuan Internasional Menyusut, Penanganan AIDS di Indonesia Terancam “Terbengkalai” (Foto: dok. Rasno Shobirin)
Indonesia masuk dalam kategori MIC, maka bantuan intenasional menyusut. Sehingga, hal itu semakin memperburuk penanganan HIV/AIDS di negeri ini. Padahal, selama ini 80 persen dana penanganan HIV/AIDS di Indonesia berasal dari luar.
ADVERTISEMENT
“Karena kita dianggap sudah kaya, negara-negara lain dan lembaga dana menarik dukungan,” imbuhnya.
Karena itu selama berlangsungnya Pertemuan Tahunan Bank Dunia dan IMF pada 8-14 Oktober 2018, AHF menyerukan agar Bank Dunia mengubah kebijakannya terkait klasifikasi negara-negara berpenghasilan menengah (MIC).
AHF akan menempuh cara kreatif untuk mengkampanyekan ubah pengklasifikasian negara dengan membagi - bagi "Kopi World Bank" secara gratis di seputar arena pertemuan tahunan Bank Dunia-IMF. Dalam gelas kopi tertulis “$ 2,73 per day is not middle income.”
“AHF minta perhatian Bank Dunia melalui kopi, karena 2,7 dolar AS setara harga segelas kopi, ” kata Advocasy and Marketing Manager AHF Asia, Marie Ko.
HIV AIDS (Ilustrasi) (Foto: Shutter Stock)
zoom-in-whitePerbesar
HIV AIDS (Ilustrasi) (Foto: Shutter Stock)
Sementara itu, penyusutan bantuan untuk penanganan HIV/AIDS di Indonesia semakin meresahkan. Aktivis Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Muvitasari memaparkan, tahun ini Indonesia memerlukan dana sebesar Rp.4,2 triliun untuk menangani HIV/AID. Dana itu berasal dari APBN, APBD, CSR perusahaan, bantuan berbagai negara serta sumbangan dari lembaga donor internasional.
ADVERTISEMENT
“Pada tahun 2023 nanti dana yang diperlukan naik menjadi Rp.11, 6 triliun,” kata Muvitasari.
Ilustrasi HIV-AIDS di Desa Cisaga, Kec. Cobogo, Subang, Kamis (16/8/2018). (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi HIV-AIDS di Desa Cisaga, Kec. Cobogo, Subang, Kamis (16/8/2018). (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Oleh karena itu, AHF terus mendesak Bank Dunia agar meralat klasifikasinya mengenai negara-negara berpenghasilan menengah (MIC).
AHF adalah organissai non profit yang berbasis di Los Angeles. Saat ini AHF menyediakan perawatan atau layanan medis kepada lebih dari 1 juta orang penderita HIV/AIDS di 41 negara , tersebar di AS, Afrika, Amerika Latin, Karibia, Asia Pasifik dan Eropa Timur.