Bawaslu Usul Calon Petahana di Pilkada 2020 Mundur dari Jabatannya

15 Oktober 2019 13:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Bawaslu, Abhan, pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Bawaslu, Abhan, pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
KPU telah menentukan pelaksanaan Pilkada Serentak akan jatuh pada 23 September 2020. Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu memberikan beberapa usulan agar Pilkada dapat berjalan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Salah satu usulan Bawaslu adalah agar calon kepala daerah petahana di Pilkada 2020 mengundurkan diri dari jabatannya. Dalam aturan saat ini, kepala daerah yang kembali mencalonkan diri tidak perlu mengundurkan diri dari jabatannya.
"Kenapa misal kalau (anggota) DPR, DPRD kalau DPRD provinsi, kabupaten/kota ketika mau nyalon itu harus mundur. Sementara incumbent atau petahana tidak mundur, cukup dengan hanya cuti ketika sudah penetapan," kata Ketua Bawaslu Abhan di Gedung Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (15/10).
"Akan lebih mudah pengawasan kalau sama-sama, dua-duanya harus mundur," tambahnya.
Abhan menjelaskan, usulan ini dimaksudkan untuk menghindari polemik di tengah masyarakat saat Pilkada Serentak 2020. Berkaca dari pengalaman, banyak laporan masuk di Bawaslu mengenai kecurangan yang dilakukan oleh calon petahana.
ADVERTISEMENT
"Jadi tidak ada potensi abuse of power, penyalahgunaan wewenang bagi petahana dan sebagainya. Bagi jajaran pengawas, jadi memang ada semacam yang satu merasa enggak adil. Yang satu harus mundur, yang satu cukup cuti, padahal sama-sama jabatan politis," jelas Abhan.
Meski begitu, Abhan mengatakan usulan ini harus dibahas bersama-sama dengan KPU, pemerintah dan Komisi II DPR. Jika setuju maka aturan yang akan direvisi adalah Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
"Itu yang saya kira harus dikaji kembali di UU 10 Tahun 2016," ujar Abhan.