Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pleno pengujian Pasal 348 ayat 9, Pasal 348 ayat 4, Pasal 210 ayat 1, Pasal 350 ayat 2, dan Pasal 383 ayat 2 UU Pemilu. Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan dari DPR, pemerintah, KPU dan Bawaslu.
ADVERTISEMENT
Salah satu pasal yang diuji yakni Pasal 210 ayat 1 yang mengatur pendaftaran daftar pemilih tambahan atau DPTb (pemilih pindah) hanya dapat dilakukan paling lambat 30 hari atau hingga 17 Maret.
Hal ini dianggap berpotensi menghilangkan hak pilih rakyat, karena setelah 17 Maret masih banyak pemilih seperti mahasiswa dan pekerja yang belum mengurus pindah memilih. Ketua Bawaslu, Abhan, merekomendasikan agar masa pendaftaran DPTb diperpanjang hingga H-3 sebelum pencoblosan 17 April 2019.
"Untuk menjamin hak pilih warga negara yang kemudian harus memilih saat hari pemungutan suara, perlu dilakukan perubahan waktu untuk pendaftaran DPTb paling lambat tiga hari," kata Abhan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (25/3).
Selain itu, Bawaslu juga merekomendasikan agar para pemilih DPTb juga diberikan hak untuk mencoblos lima surat suara, mulai dari surat suara untuk Pilpres, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
ADVERTISEMENT
"Dalam simulasi faktual, seandainya terjadi kesalahan KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara ) memberikan surat suara ke DPTb yang semestinya hanya mendapatkan 1 ss (surat suara) tapi kemudian diberikan katakanlah 5 atau 4 surat suara, mekanisme koreksi atas kesalahan itu tidak diatur dalam UU atau PKPU (Peraturan KPU). Sehingga kami berpendapat terhadap pemilih DPTb ini dari aspek pengawasan dapat diberikan surat suara lengkap seperti dalam DPT (Daftar Pemilih Tetap)," jelas Abhan.
Menanggapi gugatan kepada Pasal 348 Ayat 9 soal pemilih yang tidak memiliki e-KTP akan kehilangan hak pemilihnya, Bawaslu akan mengikuti putusan MK.
"Bahwa pada satu sisi UU Pemilu telah memberikan jaminan bagi warga negara sepanjang telah mempunyai hak pilih maka cukup dengan menggunakan e-KTP dapat memilih di TPS. Namun, pada sisi lain, UU Pemilu tidak memberikan pengaturan bagi pemilih yang mempunyai hak pilih tapi belum punya e-KTP atau belum melakukan perekaman e-KTP untuk memenuhi hak pilihnya di TPS," ujar Abhan.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu digugat oleh sejumlah masyarakat karena dianggap berpotensi menghilangkan hak pilih rakyat. Adapun permohonan uji materil diajukan terhadap Pasal 348 ayat 9, Pasal 348 ayat 4, Pasal 210 ayat 1, Pasal 350 ayat 2, dan Pasal 383 ayat 2 UU Nomor 7 tentang Pemilu.
Pasal 348 Ayat 9 menyebabkan pemilih wajib membawa e-KTP saat mencoblos di TPS. Sementara, masih ada sekitar 4 juta orang yang belum mengantongi e-KTP. Dengan begitu, mereka terancam tak bisa memilih.
Kemudian, Pasal 348 ayat 4 dianggap menyebabkan pemilih yang pindah lokasi memilih atau terdaftar dalam DPTb berpotensi kehilangan hak pilihnya dalam pemilu legislatif. Sebab, jika pemilih memutuskan pindah provinsi, pemilih hanya akan mendapatkan kertas suara untuk pemilihan presiden.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Pasal 210 ayat 1 yang mengatur bahwa pendaftaran DPTb hanya dapat dilakukan paling lambat 30 hari juga dianggap berpotensi menghilangkan hak pilih rakyat.
Pasal 350 ayat 2, diajukan pengujian konstitusional bersyarat agar memungkinkan KPU membuat TPS khusus agar pemilih dengan kondisi atau kebutuhan khusus tertentu tidak kehilangan hak pilihnya.
Terakhir, Pasal 383 ayat 2 dimohonkan pengujian agar ada solusi hukum jika perhitungan suara tidak selesai dalam satu hari. Antisipasi hukum yang demikian perlu dilakukan demi menjaga keabsahan Pemilu 2019.