Bertemu Gus Miftah, Pendakwah di Kelab Malam

13 September 2018 8:01 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gus Miftah, pengasuh pondok pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gus Miftah, pengasuh pondok pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
ADVERTISEMENT
Jagat dunia maya beberapa hari terakhir digegerkan dengan viralnya video kajian agama di sebuah kelab malam. Dalam pengajian tersebut sang penceramah mengajak sejumlah pemandu lagu melantunkan selawat.
ADVERTISEMENT
Lalu, siapakah pengisi pengajian tersebut? Dia adalah Gus Miftah, pengasuh Pondok Pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Rabu (12/9), sejumlah awak media menyambangi kediaman sekaligus pondok pesantren milik pendakwah berusia 37 tahun tersebut. KH Miftah Maulana Habiburrahman merupakan nama lengkap Gus Miftah.
Siang itu kyai gondrong tersebut menyambut awak media dengan santai. Ditemani teh hangat dan sederet makanan ringan, Gus Miftah mulai bercerita terkait kontroversi video tersebut.
Gus Miftah membenarkan video pengajian yang viral tersebut diambil di salah satu kelab malam di Bali. Di tempat hiburan malam itu, delapan tahun sudah Gus Miftah memberikan kajian agama. Sementara di Yogyakarta sudah 14 tahun ia memberikan kajian agama di tempat serupa.
ADVERTISEMENT
"Kalau di Bali itu saya setiap tahun di Boshe Bali ada aniversarry seperti di Jogja yang satu manajemen dengan mereka. Kalau di Jogja dua minggu sekali (pengajian) kalau di Bali itu seselonya (seluangnya) saya, selonggarnya saya atau pas ada acara. itu rutin itu sudah tahun ke delapan saya di sana," kisahnya.
Gus Miftah, pengasuh pondok pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gus Miftah, pengasuh pondok pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Selama 8 tahun tersebut, Gus Miftah mengaku jarang mengunggah kegiatan tersebut di media sosial. Atas seizin manajemen baru tempat itu ia mengunggah rekaman dakwahnya.
Kemudian banyak netizen yang beranggapan Gus Miftah cari sensasi, padahal selama 14 tahun sudah ia mengisi pengajian di sejumlah tempat hiburan malam, termasuk Pasar Kembang (Sarkem), salah satu tempat prostitusi di Yogya.
"Selawat itu masih biasa, di sana saya pernah Azan dan menggelar salat berjemaah. Kalau muncul kontroversi ini tempat maksiat begini-begini saya memahami. Maka komentarnya itu kalau yang tidak seneng ngeri banget (mencaci) Dajal lah, setan lah kafir lah, dan lain sebagainya. Saya tidak apa-apa," katanya.
ADVERTISEMENT
"Makanya kemarin saya bilang 'Ini caraku, ini jalanku ini metodeku. Boleh kau mengkafir-kafirkan aku, boleh menyalahkan aku, tapi jangan halangi mereka untuk bermesraan dengan Allah dengan Rasul,'. Kalau dianggap cari sensasi, harusnya cari sensasi sudah dari dahulu 14 tahun (lalu). Kalau dikira cari sensasi lho ya," cetusnya.
Suasana Pondok Pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Pondok Pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Dari sederet komentar negatif di media sosial, bagi Gus Miftah ada satu komentar yang benar-benar menyakiti hatinya yaitu ketika ada yang menyebut langkah yang dilakukannya semata-mata untuk kepentingan ekonomi. Faktanya, Gus Miftah tidak menerima sepeser pun untuk mengisi pengajian. Bahkan ia juga mengeluarkan biaya tiket pesawat dan hotel dari uang sakunya sendiri.
"Saya ke Bali beli tiket sendiri, cari hotel sendiri. Kalau saya ngaji di Sarkem saya bawa konsumsi sendiri untuk mbak-mbak'e di Sarkem. Saya bawain mukena, ruku, Al-Quran," ujar Gus Miftah.
ADVERTISEMENT
"Di tempat tempat itu tidak ada masalah tentang uang, benar-benar saya murni. Karena saya tahu, kalau suatu saat orang tahu (pengajian agama saya) nanti yang dipermasalahkan pasti (dibilang) amplopnya kandel (tebal). Bisa ditanyakan ke sana apakah Miftah pernah menerima sesuatu. Saya tidak punya kepentingan apapun soal uang," tegasnya.
Usia 21 Tahun Sudah Dakwah di Sarkem
Perjalanan dakwah kyai asal Ponorogo kelahiran Lampung tersebut dimulai saat usianya masih muda. Pada sekitar tahun 2000an, Gus Miftah yang sering salat tahajud di sebuah musala sekitar Sarkem kemudian berniatan berdakwah. Saat itu ia ditemani Gunardi atau Gun Jack sosok yang menjadi penguasa Sarkem pada saat itu.
"Saya ditemani mas Gun Jack yang dalam tanda kutip menguasai sarkem. Itu sekitar tahun 2000an sekian. Awalnya saya malah mau dikeplaki (dipukul) beliau. Saya sampaikan visi misinya beliau menerima," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu kajian agama rutin digelar di Sarkem oleh Gus Miftah. Meski awalnya banyak tantangan, tapi saat ini sejumlah pekerja dunia malam sudah menerima kehadiran Gus Miftah. Tidak jarang, ketika pengajian sejumlah jemaah meneteskan mata.
"Alhamdulillah, soal itu ketika ditanya apakah niatnya membuat mereka bertaubat? Bagi saya hidayah perlu dijemput butuh dijemput. Dan hidayah datang bukan karena saya, tapi Allah menghendakinya bertaubat," tegasnya.
Pondok pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pondok pesantren Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Tak cukup sampai di situ, perjalanan dakwah Gus Miftah lantas berlanjut ke kelab malam dan juga salon plus-plus. Awalnya ia masuk lantaran ia mendapati keluh kesah para pekerja dunia malam yang kesulitan mendapat akses kajian agama. Ketika hendak mengaji di luar ia mengaku menjadi pergunjingan. Sebaliknya ditempat kerjanya tidak ada kajian agama
ADVERTISEMENT
"Mereka bilang orang kaya kami ini susah ya Gus, pengajian di luar dirasani (digunjing), apalagi yang bertato dan lain sebagainya. Sementara, di tempat ini tidak ada (pengajian). Kemudian saya tembusi manajemennya. Alhamdulillah beberapa respon," kisahnya.
Berbeda dengan dulu saat mendapat penolakan ketika hendak memberi kajian, kini banyak pekerja malam yang merasa butuh mendapat pengajian. Tidak jarang beberapa banyak pekerja malam kemudian berhijrah menjadi lebih baik. Sejak lima tahun terakhir langkahnya pun didukung Habib Luthfi bin Yahya asal Pekalongan.