Bisakah Sengketa Pilpres Dibawa ke Pengadilan Internasional?

29 Juni 2019 6:31 WIB
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, (27/6) Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) saat sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, (27/6) Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah persidangan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi usai, masih ada beberapa kelompok yang belum puas. Ada yang mewacanakan untuk membawa masalah ini ke pengadilan internasional.
ADVERTISEMENT
Mengenai kemungkinan dibawanya sengketa Pilpres 2019 ke pengadilan internasional, kumparan menanyakannya ke Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana.
Menurut Hikmahanto, saat ini ada dua pengadilan internasional. Pertama adalah Internstional Court of Justice, sedangkan yang kedua adalah International Criminal Court. Dua peradilan itu punya kewenangan berbeda.
"Jadi kalau yang dimaksud dengan Mahkamah Internasional adalah Internstional Court of Justice (ICJ) maka menurut Pasal 34 ayat 1 (statuta Mahkamah Internasional) yang dapat menjadi pihak hanyalah negara," kata Hikmahanto, Jumat (28/6).
Kiri-kanan: Listiati, Nur Latifah, Betty Kristiana, Tri Hartanto menjadi saksi untuk 02 pada sidang di MK, Rabu (19/6/2019) malam. Foto: Mahkamah Konstitusi RI
"Negara yang bersengketa pun harus bersepakat untuk melimpahkan perkaranya ke ICJ. Dengan demikian tidak mungkin sengketa pemilu dibawa ke ICJ," sambungnya.
Sedangkan International Criminal Court hanya menangani kasus dugaan pelanggaran kejahatan internasional. Objek peradilan ICJ adalah orang yang diduga melanggar HAM berat.
ADVERTISEMENT
"Adapun kejahatan internasional yang dimaksud adalah kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, kejahatan perang dan, kejahatan perang agresi. Nah di situ tidak ada sengketa pemilu," jelas Hikmahanto.
Khusus untuk Indonesia, masalah dugaan pelanggaran HAM sulit untuk dibawa ke ICC. Pasalnya Indonesia belum meratifikasi Statuta Roma yang merupakan statuta pendirian ICC.
Lebih lanjut, Hikmahanto juga belum pernah mendengar masalah pemilihan umum di sebuah negara penyelesaiannya berlangsung dalam peradilan internasional.
Kalah Total di MK Foto: Sabryna Muviola/kumparan