Bupati Bantul: Tempat Ibadah Tak Boleh Menyatu dengan Rumah Tinggal

29 Juli 2019 18:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati Banntul, Suharsono Foto: Afriansyah Panji/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Banntul, Suharsono Foto: Afriansyah Panji/kumparan
ADVERTISEMENT
Bupati Bantul, Suharsono, mencabut Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Immanuel Sedayu di Bandut Lor RT 34, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Suharsono memiliki alasan mengapa IMB gereja itu dicabut. Menurutnya, tempat ibadah tidak boleh menyatu dengan tempat tinggal seperti di GPdI Immanuel Sedayu. Selain sebagai gereja, bangunan tersebut merupakan tempat tinggal bagi Pendeta Tigor Yunus Sitorus.
“Misalnya gerejanya untuk gereja, tidak bisa gereja dipakai satu dengan tempat tinggal, tidak boleh,” kata Suharsono di kantornya, Senin (29/7).
“Jadi satu tapi jangan satu rumah di lokasi. Boleh buatkan kamar sendiri itu rumah dinas pendeta. Satu lokasi boleh tapi jangan jadi satu itu yang tidak saya izinkan seperti itu tetapi tidak boleh satu lokasi. Misal 200 meter persegi yang 25 meter rumah dinas romo atau pendeta. Gereja jadi satu tempat tinggal itu pelanggaran secara fisik,” imbuhnya.
Tigor Yunus Sitorus (49) pendeta dan pimpinan Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Immanuel Sedayu di Bandut Lor RT 34, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Meski demikian, Suharsono mengatakan, Pendeta Sitorus bisa kembali mengajukan IMB. Asal sesuai syarat di surat keputusan bersama (SKB) menteri agama dan menteri dalam negeri yaitu memiliki 90 jemaah dan diperbolehkan oleh 60 persen warga sekitar.
ADVERTISEMENT
Syarat itu berlaku lantaran sebelumnya GPdI Immanuel Sedayu tak memenuhi unsur dalam Perbup Nomor 98 Tahun 2016 tentang Pedoman Pendirian Rumah Ibadat. Seperti tidak dilaksanakan peribadatan secara terus menerus di gereja itu dan tidak bercirikan tempat ibadah seperti adanya lambang salib.
“Kalau memenuhi empat kriteria tadi (perbup) tidak perlu (pakai aturan reguler SKB),” kata Bambang Guritno, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Kabupaten Bantul.
“Kan di sana ada gereja tapi kan kalau mengacu pada aturan yang reguler kan 60-90 paling enggak harus ada jemaahnya. Nah itu jemaahnya kan belum ada 90 itu sehingga bisa digabungkan ke gereja yang terdekat di sana,” lanjut Bambang.
Sementara itu, Agnes Dwi Rusjiyati selaku juru bicara GPdI Immanuel Sedayu mengaku sudah menjelaskan kepada Pemkab Bantul bahwa GPdI merupakan denominasi Kristen Protestastan yang sangat beragam. Salah satu ciri-ciri yang berbeda adalah adanya gereja-gereja rintisan yang dianggap seperti menyatu dengan rumah.
ADVERTISEMENT
“Ini harus ada persepsi yang kita samakan lebih dahulu. Karena tak bisa mengukur satu gereja dengan gereja yang lain sebagainya. Ini hal yang tadi kami sampaikan,” katanya.