Capim KPK Luthfi Mengaku Tak Tahu Beda Pasal 5 dan 12 UU Tipikor

28 Agustus 2019 12:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Luthfi Jayadi Kurniawan mengikuti tes wawancara dan uji publik capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu, (28/8). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Luthfi Jayadi Kurniawan mengikuti tes wawancara dan uji publik capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu, (28/8). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Calon Pimpinan (Capim) KPK, Luthfi Jayadi Kurniawan, mendapat giliran ketiga dalam tes wawancara dan uji publik di Kemensetneg pada Rabu (28/8) ini. Dalam tes tersebut, Luthfi menjawab sejumlah pertanyaan mengenai program pencegahan korupsi yang akan ia buat apabila terpilih sebagai pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
Ide-ide dituangkan mulai dari pentingnya penanaman nilai antikorupsi kepada masyarakat dan pentingnya kordinasi antara penegak hukum. Luthfi yang merupakan pendiri Malang Corruption Watch juga sempat mendapatkan pujian dari Pansel terkait penjabarannya di sisi pencegahan korupsi itu.
Namun ketika ditanya mengenai fungsi penindakan, Luthfi tak bisa banyak menjawab. Salah-satunya, mengenai beda Pasal 5 dan Pasal 12 di UU Pemberantasan Tipikor.
"Karena ini lembaga penegak hukum basis penindakan ini utama sekali. Bapak bicara narasi pencegahan bagus sekali. Saya ingin tahu penindakan. Bapak sudah paham mengenai UU Tipikor belum? Kalau belum, bilang belum, Pak. Jangan saya bertanya nanti enggak bisa jawab," kata anggota Pansel, Indriyanto Seno Adji.
Luthfi Jayadi Kurniawan mengikuti tes wawancara dan uji publik capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu, (28/8). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Kira-kira paham enggak? Karena sebagai pimpinan di sana (KPK) ekspose terbatas dan ekspose pleno pimpinan harus kasih pendapat, Pak. Harus pahami hukum. Kalau enggak, amburadul itu lembaga penegak hukum yang dipercaya masyarakat. Kalau Bapak ikut ekspose, bisa paham?" tanya Indriyanto memperjelas.
ADVERTISEMENT
Luthfi pun berusaha memahami apa yang ditanya Indriyanto. "Saya akan berusaha untuk memahami," jawab dia.
Kemudian Indriyanto bertanya hal yang lebih spesifik, yakni perbedaan Pasal 5 dengan Pasal 12 UU Pemberantasan Tipikor. Luthfi tak bisa menjawabnya.
"Saya tidak hafal," kata Luthfi yang merupakan Dosen Ilmu Kesejahteraan Sosial di Universitas Muhammadiyah Malang ini.
Indriyanto kemudian menjelaskan bahwa rata-rata perkara yang ditangani KPK menggunakan pasal itu. Bahkan menurut dia, dalam gelar perkara, seringkali ada perdebatan antara pimpinan dan penyidik terkait pasal yang digunakan untuk menjerat seseorang sebagai tersangka. Sehingga menurut Indriyanto, seorang pimpinan KPK harus memahami setiap Pasal yang ada di UU Pemberantasan Tipikor.
Luthfi Jayadi Kurniawan mengikuti tes wawancara dan uji publik capim KPK di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu, (28/8). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Itu rata-rata perkara suap di sana, Pak. Kalau sampai perdebatan keras di sana bisa bedakan pasal 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13. Perdebatan satu pasal bisa sampai 6 jam. Kalau kita enggak paham, Bapak bengang-bengong jadi pimpinan," kata Indriyanto.
ADVERTISEMENT
Dalam tes wawancara itu, Luthfi juga diuji pengetahuannya soal organisasi di KPK. Indriyanto bertanya berapa deputi di KPK.
"Bapak sudah narasi edukasi di pencegahan, di KPK itu ada berapa deputi?" tanya Indriyanto.
"Di UU KPK itu ada 5 deputi, Pak," jawab Luthfi.
"Ada berapa deputi?" tanya Indriyanto menegaskan.
"Lima, Pak," kata Luthfi.
"Lima? Kalau Bapak jadi pimpinan dijadikan lima gitu maksudnya?" ucap Indriyanto yang pernah jadi Plt Komisioner KPK.
"Ada berapa deputi? Sebut," pinta Indriyanto ke Luthfi.
"Ada pencegahan, ada penindakan, ada informasi data, kemudian ada sekretariat negara," jelas Luthfi.
Melansir laman KPK, terdapat 4 deputi di KPK yakni Deputi Pencegahan, Deputi Penindakan, Deputi Informasi dan Data, serta Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat. Sementara Setjen tak termasuk Kedeputian.
ADVERTISEMENT
"Deputi enggak tahu gimana? Kalau Bapak di sana, saya pernah di sana, Pak. Itu kelengkapan struktural di sana Bapak harus menguasai, ya, Pak," tutup Indriyanto.