Cara Aras Tuntut Keadilan: Tanam Padi dan Kapas Simbol Pancasila

9 Mei 2018 11:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Muhammad Aras Arifin (Foto: Marissa Krestianti/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Aras Arifin (Foto: Marissa Krestianti/kumparan)
ADVERTISEMENT
Muhammad Aras Arifin warga Kelurahan Kunciran, Kecamatan Pinang, Tangerang, sudah lebih dari 11 tahun tinggal di rumah sederhana yang terletak di tengah ladang padi dan kapas.
ADVERTISEMENT
Selama belasan tahun itu pula, Aras beserta istri dan ke-6 anaknya hidup tanpa aliran lisrik. Terlebih, selama tiga tahun, yakni sejak tahun 2007 mereka sempat bertahan hidup dengan mengkonsumsi air hujan yang disaring sendiri menggunakan arang dan pasir.
Ada filosofi khusus mengapa keluarga Aras memilih menanam padi dan kapas: mereka menuntut keadilan. Aras memilih tanaman yang merupakan simbol Pancasila ke-5 itu sebagai wadah protesnya.
Kondisi memprihatinkan ini terpaksa dijalani oleh Aras sebagai upaya untuk mempertahankan tanah milik orang tuanya yang akan dijadikan proyek jalan tol.
Di depan pekarangan rumahnya, terlihat jelas timbunan tanah yang sudah meninggi serta beberapa pria sedang mengoperasaikan alat-alat berat untuk pembangunan jalan tol. Bila dihitung, tak sampai sejengkal kerukan tanah itu sebentar lagi melewati halaman rumah Aras.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya tanah yang kami miliki seluas 2.700 meter, jalanan yang di ujung sana, di ujung sana itu milik kita semua," ujar Aras sambil menunjuk beberapa sudut jalan saat di temui kumparan (kumparan.com) pada Senin (7/5) di kediamannya.
Kondisi rumah Muhammad Aras Arifin (Foto: Lolita Claudia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi rumah Muhammad Aras Arifin (Foto: Lolita Claudia/kumparan)
Aras bercerita, mulanya pada tahun 1970-an kedua orang tuanya membeli tanah seluas 2.700 meter. Namun, orang tua Aras tidak menindaklanjuti urusan surat kepemilikan tanah tersebut.
Hingga akhirnya pada awal tahun 2000-an Sofyan, kakak Aras berinisiatif untuk mengurus kembali ke kantor kelurahan dan kecamatan namun hingga kini surat-surat tersebut belum juga ada kejelasan.
"Saya enggak mau ke kelurahan, saya inget orang tua. Enggak bisa itu, saya ingin di sini sampai tanah saya 'terang'. Amanat orang tua saya itu di tanah ini, supaya jelas dulu," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Aras mengaku bahwa tanah seluas 400 meter milik orang tuanya sudah dijual ke perusahaan swasta pada tahun 2007. Kini, Aras meminta hak tanah miliknya seluas 2.300 meter.
Menurut Ketua DPC Gerak Indonesia Kota Tangerang Hermansyah, banyak oknum yang berusaha mengeluarkan Aras dan keluarganya dari tanah yang kini ditinggali.
"Banyak pihak bekerja sama dengan kelurahan untuk mengeluarkan Pak Aras dari tanah tersebut. Karenanya pak Aras dikucilkan warga, intimidasi, surat-surat tanah enggak pernah dikeluarkan," ujar Hermansyah saat dihubungi kumparan pada Minggu (6/5).
Tak hanya itu, Aras bercerita rumahnya sempat dibakar oleh orang tak dikenal pada saat ia dan keluarga terlelap.
"Kita selama 11 tahun dalam kegelapan, bahkan sempat dibakar tempat kita waktu kita tidur jam 11 malam. Motor satu habis kebakar," ujar Aras mengenang.
ADVERTISEMENT
Kini pihak LSM berencana memberikan dukungan kepada Aras dengan mendatangkan pengacara untuk menyelesaikan masalah tanah tersebut. Namun begitu, hingga kini Aras enggan menerima bantuan tersebut.
"Saya belum tanda tangan soal pengacara itu, karena ya saya maunya mereka sadar dulu. Kita ini kan sesama manusia baiknya saling mengingatkan. Tidak perlu menggunakan pengacara-pengacara itu, urusan kita ini kan dengan alam, ya minta sama alam," ujar Aras.
Saat ini padi yang ditanam di sisi kiri pekarangan rumah Aras terlihat hijau subur. Padi-padi itu diperkirakan siap panen beberapa bulan lagi. Meski demikian Aras mengaku tak akan memanfaatkan hasil panennya tersebut karena baginya itu hanya simbol.
"Enggak, enggak saya jual itu simbol hidup aja. Sebagai lambang Pancasila, sila ke-5. Kami rakyat menuntut keadilan," kata Aras.
Kasubag Humas Pemkot Tangerang, Mualim (Foto: Lolita Claudia/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kasubag Humas Pemkot Tangerang, Mualim (Foto: Lolita Claudia/kumparan)
Sementara itu Kasubag Humas Pemkot Kota Tangerang, Mualim, memberikan tanggapan terkait permasalahan tanah yang dihadapi oleh Aras dan keluarganya.
ADVERTISEMENT
"Tanahnya sudah dijual, dulunya tanah orang tua, tahun 2007-an dijual. Kemudian pindah ke Cisauk lalu balik lagi ke Kunciran diriin gubug. Padahal tanahnya sudah dijual," kata Mualim saat ditemui kumparan di kantor Walikota Tangerang pada Sabtu (5/5).
Mualim menyebut sudah sejak tahun 2017 pihaknya membujuk Aras untuk pindah ke rumah yang lebih layak dan menyekolahkan anak-anaknya. Namun niatan tersebut ditolak Aras dengan alasan ingin menjaga tanah warisan keluarganya.