Cerita di Balik Korupsi Massal Anggota DPRD Kota Malang

5 September 2018 20:49 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPRD Malang (03/09/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPRD Malang (03/09/2018). (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
ADVERTISEMENT
KPK membabat mayoritas anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka suap APBD-P Tahun Anggaran 2015. Tercatat, sebanyak 41 anggota dari 45 anggota DPRD Kota Malang telah ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani penahanan.
ADVERTISEMENT
Salah satu anggota DPRD Kota Malang yang masih belum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Subur Triono, bercerita bagaimana awal mulanya para anggota DPRD tersebut melakukan korupsi massal.
Subur mengatakan, korupsi berjamaah itu bermula dari rapat antara Banggar DPRD Kota Malang dengan Tim Anggaran (Timgar) Pemkot Malang. Saat itu, kata Subur, Timgar Pemkot Malang mengajukan usulan anggaran kepada DPRD di APBD-P 2015.
Selanjutnya, tiap anggota dari tiap fraksi mengajukan usulan program dalam rapat tersebut. Pembahasan usulan program saat itu difasilitasi oleh Ketua DPRD Kota Malang Arief Wicaksono.
"Badan Anggaran (Tim Anggaran) Pemerintah Kota Malang mengajukan usulan ke DPRD Malang. Pembahasannya melibatkan mantan ketua DPRD Malang Arief Wicaksono," ujar Subur saat bersaksi untuk 18 anggota DPRD Kota Malang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (5/9).
ADVERTISEMENT
Setiap anggota fraksi, kata Subur, mengusulkan program sesuai daerah pemilihannya (dapil) dengan anggaran sebesar Rp 200 juta, tak terkecuali dirinya. Setelah pengusulan itu, Subur mengaku mempresentasikan programnya kepada setiap anggota DPRD di rumah dinas Arief.
Usai presentasi program itu, Arief kemudian memberikan uang pokok pikiran (pokir) yang belakangan ia ketahui merupakan uang suap dari Wali Kota Malang Mochamad Anton senilai total Rp 18 juta.
Terdakwa Wali Kota nonaktif Malang Mochamad Anton seusai menjalani sidang pembacaan tuntutan kasus suap anggota DPRD Kota Malang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (27/7).  (Foto: Antara/Umarul Faruq)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa Wali Kota nonaktif Malang Mochamad Anton seusai menjalani sidang pembacaan tuntutan kasus suap anggota DPRD Kota Malang, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (27/7). (Foto: Antara/Umarul Faruq)
Pada awalnya, Subur mengaku hanya menerima jatah uang pokir sebesar Rp 13 juta dari Arief. Namun, Subur meminta tambahan ke Arief. Sebab dirinya mengetahui gosip jika anggota DPRD lain menerima uang pokir yang lebih besar.
"Sebenarnya (saya terima) Rp 13 juta, yang Rp 500 ribu dipotong untuk fraksi PAN. Tapi saya minta tambah, akhirnya ditambahin Rp 5 juta. Katanya itu uang pribadi dari beliau (Arief Wicaksono)," terang Subur.
ADVERTISEMENT
Tak hanya dirinya, menurut Subur, Arief memberikan uang pokir Rp 10 juta hingga Rp 15 juta ke seluruh anggota DPRD Kota Malang yang berjumlah 45 orang.
Namun sebelum memberikan uang pokir, Arief terlebih dahulu berpesan bahwa jika ada yang bicara jujur soal pokir tersebut, maka semua anggota dewan akan masuk penjara.
Subur pun mengaku telah mengembalikan uang pokir tersebut kepada Arief sebelum korupsi berjamaah anggota DPRD Kota Malang tersebut terungkap oleh KPK.
"Saya takut akibatnya. Takut kena masalah. Makanya enggak lama sebelum kena masalah dengan KPK, langsung saya kembalikan semua uang pokirnya," kata Subur.
Diketahui Subur merupakan salah satu dari 4 anggota DPRD yang masih aktif bekerja. Selain Subur terdapat nama Abdul Rahman (F-PKB), Tutuk Hariyani (F-PDIP), dan Priyatmoko Oetomo (F-PDIP).
ADVERTISEMENT
Selain 4 anggota itu, juga terdapat nama Nirma Cris Desinidya. Namun Nirma menjadi anggota DPRD Kota Malang menggantikan Ya’qud Ananda Gubdan. Ya’qud mundur dari DPRD karena maju menjadi calon Wali Kota Malang. Akan tetapi, Ya’qud juga tersandung kasus suap tersebut.
Kasus korupsi berjamaah DPRD Kota Malang ini merupakan pengembangan dari OTT yang dilakukan KPK pada awal Agustus 2017 lalu. Ketika itu, KPK menangkap mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Pemerintah Kota Malang, Jarot Edy Sulistyono, dan eks Ketua DPRD Kota Malang, Mochamad Arief Wicaksono.
Jarot diduga menyuap Arief sebesar Rp 700 juta terkait pembahasan APBD-P Malang. Uang Jarot itu diduga diberikan oleh Moch Anton selaku Wali Kota Malang yang telah divonis 2 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Diduga, uang diberikan agar para anggota DPRD Kota Malang itu menyetujui rancangan peraturan daerah Kota Malang menjadi peraturan daerah Kota Malang tentang perubahan APBD Tahun Anggaran 2015.
Selain kasus suap, KPK juga tengah menyidik dugaan gratifikasi Rp 5,8 miliar yang diterima para anggota DPRD Kota Malang terkait dana pengelolaan sampah di Kota Malang. Namun belum ada tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus gratifikasi ini.