Cerita di Balik Terbitnya Aturan Warga Non-Muslim Dilarang Tinggal

2 April 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Dusun Karet Iswanto (kiri) bersama Slamet (kanan) membahas soal aturan warga non-muslim tinggal. Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Dusun Karet Iswanto (kiri) bersama Slamet (kanan) membahas soal aturan warga non-muslim tinggal. Foto: Arfiansyah Panji/kumparan
ADVERTISEMENT
Kisah tentang Slamet Jumiarto (42) menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Rencananya, pria yang berprofesi sebagai pelukis itu akan ngontrak di sebuah rumah yang berada di Dusun Karet, Pleret, Kabupaten Bantul, DIY. Namun, kedatangannya ditolak oleh perangkat desa setempat.
ADVERTISEMENT
Alasan penolakannya: Slamet beragama non-Muslim. Slamet merupakan penganut Katolik. Dia pindah dari daerah Mancasan, Kota Yogyakarta ke Karet bersama istri dan dua orang anaknya.
Slamet sudah membayar rumah kontrakannya itu selama setahun. Dia tidak tahu bahwa di dusun itu ada larangan pendatang non-muslim bermukim.
Aturan yang dimaksud sebenarnya adalah Surat Keputusan Nomor 03/POKGIAT/Krt/Plt/X/2015 tentang Persyaratan Pendatang Baru di Perdukuhan Karet. Dalam surat itu disebut pendatang baru yang hendak tinggal di Dusun Karet harus Islam.
Ilustrasi surat. Foto: Pixabay
Islam yang dimaksud adalah sama dengan paham yang dianut oleh penduduk di dusun tersebut. Kepala Dusun Karet Iswanto mengatakan surat itu diteken olehnya pada 19 Oktober 2015.
Menurut Iswanto, terbitnya surat itu telah disepakati oleh 30 orang warga serta sejumlah tokoh agama di Dusun Karet. “Dulu bersama-sama. Disepakati dari sekitar 30 orang dari masyarakat dan tokoh-tokoh agama,” katanya, Selasa (2/4).
ADVERTISEMENT
Iswanto mengatakan awal surat yang isinya peraturan itu dibuat dari permasalah makam. Peraturan soal makam itu nyatanya merembet ke hal lain. Termasuk menyoal agama pendatang yang hendak bermukim di Karet.
(Yogya) Slamet Ditolak Tinggal di Salah Satu Dusun di Bantul Lantaran Non-Muslim Foto: Afriansyah Panji/kumparan
“Permasalahnnya pertama makam, terus merembet ke masyarakat. Kuburan untuk warga itu kan kehendaknya gitu (khusus muslim). Itu kan cuma mengantisipasi," ujar Iswanto.
"Sebelumnya kan belum ada non-muslim yang dimakamkan di sini, itu usulan dari masyarakat”.
Iswanto mengatakan di dusunnya, ada 540 KK. Sebenarnya, kata Iswanto, ada satu keluarga yang tinggal di dusunnya itu menganut agama non-muslim. Iswnato tidak menyebut agama apa yang dianut oleh keluarga itu.
"Yang non-muslim ada satu KK, terdiri dari tiga jiwa. Hubungannya baik-baik saya karena sudah sejak dulu berdomisili di sini," ujar Iswanto menjawab tudingan dari sejumlah pihak yang menyebut dusunnya itu intoleran.
ADVERTISEMENT