Cerita Orang Tua Korban Bom Samarinda: Anak Saya Trauma

17 April 2018 14:15 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Aman Abdurrahman di PN Jaksel (Foto: Raga Imam/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Aman Abdurrahman di PN Jaksel (Foto: Raga Imam/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sidang terdakwa Bom Thamrin Aman Abdurrahman kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi dari korban bom Samarinda, Kalimantan Timur.
ADVERTISEMENT
Salah satunya, Marsiana Tiurnovita, orang tua korban bom gereja Oikimene, Samarinda. Ia mengaku anaknya yang bernama Alfaro Sinaga masih mengalami trauma mendengar suara keras.
Selain itu, Alfaro juga harus beberapa kali dioperasi untuk menyembuhkan bekas luka, hingga operasi tempel kulit dan operasi di bagian kepala.
"Keadaan Alfaro sekarang masih di Kuala Lumpur sejak 5 Februari lalu. Sudah operasi pertama. Setelah 5-7 bulan sudah ada 3 atau 4 kali operasi. Di negeri kita ada untuk operasi tempel kulit, kalau di Kuala Lumpur untuk pemasangan rambut," ucap Marsiana saat memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (17/4).
Untuk diketahui, Juanda merupakan terdakwa Bom Samarinda. Dalam kesaksiannya di persidangan sebelumnya mengaku mendapat ilmu dari Aman. Dia rutin mengikuti ceramah dan dakwah Aman saat keduanya menjalani hukuman di Lapas Nusakambangan beberapa tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Marsiana juga mengaku saat ini anaknya mengalami trauma psikologis. Ia mencotohkan, anaknya akan langsung menjerit ketika mendengar suara keras.
"Kalau mendengar suara keras itu langsung menjerit. Aduh mama," katanya menirukan ucapan Alfaro.
Sidang Aman Abdurrahman di PN Jaksel (Foto: Raga Imam/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Aman Abdurrahman di PN Jaksel (Foto: Raga Imam/kumparan)
Menurutnya saat ini ia juga dibantu oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk sebagian biaya pengobatan anakanya.
Aman Abdurahman didakwa menyampaikan kegiatan ceramah yang dihadiri oleh orang-orang yang akhirnya secara rutin mengikuti ajaran terdakwa. Oleh pengikutnya, terdakwa dianggap sebagai orang yang berani menyuarakan atau menyampaikan hal yang benar dan menjadi rujukan dalam kajian tauhid.
Akibat kajian atau ajaran yang diberikan tentang syirik akbar atau syrik demokrasi mengakibatkan para pengikutnya mempunyai pemahaman dan terprovokasi.
Dan di persidangan sebelumnya, saksi terdakwa kasus Bom Thamrin, Joko Sugito, mengaku pernah belajar merakit bom bersama Juanda, tersangka peledakan bom di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur.
ADVERTISEMENT
Juanda belajar merakit bom sebagai persiapan untuk menyambut perang besar. Pemahaman tentang perang besar tersebut ia dapatkan dari ajaran Aman Abdurrahman yang sering memberikan ceramah.