Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita Sohibul soal Prabowo Tolak Jadi Cawapres Jokowi lewat Luhut
15 April 2018 12:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Presiden PKS Sohibul Iman membeberkan upaya lobi Joko Widodo melalui Luhut Binsar Pandjaitan agar Prabowo Subianto mau menjadi cawapres Jokowi. Sohibul menceritakan bahwa Jokowi sengaja mengutus Luhut untuk melobi Prabowo.
ADVERTISEMENT
Prabowo kemudian menceritakan lobi-lobi tersebut kepadanya. Di hadapan Luhut, kata Sohibul, Prabowo menolak tawaran itu.
"Saya sudah dengar lama bahwa Pak Prabowo diminta jadi cawapres Pak Jokowi. Beberapa bulan lalu, sudah lama, setengah tahun lalu. Tapi Prabowo sudah menegaskan di depan utusan Jokowi, dalam hal ini Pak Luhut yang selalu meminta itu," ujar Sohibul usai acara jalan santai PKS di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Minggu (15/4).
Kepada Luhut, Prabowo menyampaikan tak mungkin ia menjadi cawapres Jokowi. Sohibul pun menirukan penolakan Prabowo atas tawaran Luhut.
"Dalam bahasa candaan Pak Prabowo bilang, 'Bang, apa abang enggak kasihan sama saya. Saya sudah berjuang seperti ini masa ujung-ujungnya cuma jadi cawapres Jokowi," ujar Sohibul.
ADVERTISEMENT
Sohibul menjelaskan permintaan Jokowi yang disampaikan melalui Luhut itu bukan hanya sekali diutarakan ke Prabowo. Dalam pertemuan itu, Luhut menjanjikan bahwa semua masalah akan beres jika Prabowo menerima tawaran Jokowi.
"Tapi apa jawaban Prabowo, 'Abang jangan underestimate bahwa kalau Jokowi-Prabowo bersatu itu belum tentu ada yang bisa mengalahkan. Nanti pasti ada calon lain yang mengalahkan," ujarnya.
Sohibul mengaku tiap kali usai bertemu Luhut, Prabowo selalu menceritakan isi pertemuannya. Sohibul juga mendukung jawaban Prabowo kepada Luhut.
"Saya sangat setuju dengan jawaban beliau. Saya kira negara sebesar ini masa calonnya cuma satu. Bagus Pak Prabowo memang harus jadi rival untuk kualitas demokrasi yang lebih baik," pungkasnya.