Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Gubernur Bali menerbitkan Instruksi Gubernur (Ingub) Bali Nomor 1545 Tahun 2019 tentang Sosialisasi Program Keluarga Berencana Krama Bali. Ingub ini berisi tentang alasan anjuran bagi warga Bali agar meneruskan warisan budaya leluhur untuk memiliki 4 orang anak. Ingub ini menghapuskan anjuran pemerintah pusat dengan program nasional Keluarga Berencana, dua anak cukup.
ADVERTISEMENT
Koster mengeluarkan Ingub ini bukan tanpa alasan. Sejak program KB masuk ke Bali, hampir setiap rumah penduduk asli (krama Bali), terutama di perkotaan hanya tersisa anak pertama (Wayan) dan kedua (Made), dan anak ketiga Nyoman atau Komang. Dan anak keempat diberi nama Ketut hampir tidak ada.
Hal ini pun dirasakan oleh para tokoh-tokoh adat di Bali. Menurut mereka, masyarakat di perkotaan, saat ini hampir tidak ada yang bernama Nyoman atau Ketut.
“Memang sejak digelontorkan, dikumandangkan KB dulu itu yang anak dua, sekarang memang rata-rata rumah di Bali itu paling punya anak itu satu atau dua, kecuali masyarakat yang di pedesaan,” kata Bendesa Agung Majelis Utama Desa Pakraman Jero Gede Wayan Suwena Putus Upadesa, di Denpasar, Senin (1/7).
ADVERTISEMENT
Selain itu, kata Suwena, saat perayaan upacara-upacara adat di pura- pura di Bali, jumlah krama Bali tak seramai dahulu sebelum KB masuk Bali.
“Kalau di Bali, akhirnya di desa sudah mulai masyarakat sudah, katakanlah sudah tidak seperti dulu. Kalau ke pura ramai sekali ,sekarang masing-masing ada tinggal di kota, anak di kota punya anak sedikit, dan kegiatan (berkumpul dan berdoa ) di desa itu paling hanya pas hari raya tertentu saja,” kata dia.
Ia menceritakan, sejak masuknya KB ke Bali tahun 1970 lalu, program ini dinilai sukses dilaksanakan. Sebab, program KB dimasukkan ke dalam peraturan desa adat. Bahkan, setiap banjar alias lingkungan diberi imbauan agar krama Bali menaati aturan itu.
ADVERTISEMENT
“Dulu program KB di Bali itu sistem banjar yang dipakai. Jadi, masyarakat di sini masyarakat kolektif, kalau pemimpinnya bilang A, dia ikut. Kalau pemerintah bilang dua anak ya cukup, ya ikut dua anak cukup. Jadi sistem banjar, dia kelompok banjar di bawah desa, yang memiliki, yang bagian dari desa adat. Kalau di desa adatnya dibuat perarem (peraturan desa adat) ataupun awig-awig (peraturan desa adat) dua ya dibuat itu,” imbuh dia.
Program KB kian menjadi sukses. Apalagi, saat itu, ada TNI dan Polri yang ikut mensosialisasikan.
“Karena lewat banjar, saya dulu di lingkungan polisi, dalam rumah tangga itu, benar enggak dia punya anak dua, benar satu, atau berapa?,“ kenang Suwena .
ADVERTISEMENT
Para krama Bali yang menjadi pegawai negeri mau tak mau menjalani program itu. Krama Bali bisa saja kena sanksi bila mengabaikan program itu. Sanksi administratif berupa ancaman gagal naik pangkat bisa saja terjadi.
“Yang punya anak (lebih dari dua) yang pegawai negeri yang jabatannya di sebenarnya jabatan lebih tinggi mungkin ditunda (naik) pangkat. (Dulu) banyak gitu ada juga kena sanksi moral,” imbuh dia.
Sanksi moral ini biasanya diberikan oleh desa adat. Krama Bali yang dinilai mengabaikan perarem (peraturan adat desa) harus meminta maaf kepada warga.
“Sampai diusir tidak ada. Minta maaf karena dianggap membandel,”ujar dia.
Ekonomi yang sulit dan perubahan gaya hidup modern turut menambah faktor semakin terancamnya Nyoman dan Ketut. Warga yang kesulitan ekonomi lebih memilih memiliki dua anak. Tren hidup anak satu dinilai juga lebih efisien.
ADVERTISEMENT
“Ada(ekonomi dan tren dunia global memiliki sedikit anak), sekarang kan dunia global sekali kayak Eropa. Itu merasa punya anak itu berat sampai melahirkan, membesarkan, karena belum mampu untuk berdiri sendiri,”ujar Jero Gede.
Ia mengungkapkan, empat anak ini penting bagi warisan Bali. Sebab, anak ini berkaitan dengan warisan dan konsep rumah krama Bali.
“Kalau kita lihat filosofinya itu nya itu kan hidup ini nyatur wana. Ada timur, barat utara dan selatan. Dan di rumah Bali juga ada konsep ada rumah di utara, di timur, selatan dan barat biar ada kelengkapan. Merupakan suatu keharmonisan dalam setiap kegiatan yang dilakukan dalam rumah,”kata dia.
Memang tidak pakem hukumnya bila krama Bali harus memiliki empat anak. Krama bali diharapkan melahirkan empat anak demi keharmonisan rumah tangga.
ADVERTISEMENT
“Bukan harus. Diharapkan empat anak, itu konsep supaya dalam rumah itu ada yang menempati di utara, timur, selatan dan barat dalam rumah tangga yang disediakan oleh rumah tangganya. Jadi,kalau ada anak pertama meninggalkan rumah, ada yang urus rumah dan pura dan seluruh hak dan kewajiban orangtua,” kata dia.
Ia sependapat dengan Gubernur Bali Wayan Koster yang menginstruksikan krama Bali mulai kembali memiliki empat anak ini. Tapi, ia berharap ada bantuan dari pemerintah bagi Krama Bali yang kesulitan ekonomi.
“Menyangkut tentang bagaimana kehidupan pembiayaan hidup anak tergantung pada orangtua, itu kan titipan dari tuhan. Perlu ada edukasi atau penjelasan pendidikan juga dari pemerintah mengingatkan hal yang bisa membantu kehidupan masyarakat adat di Bali, semacam pendidikan gratis atau bagaimana,” kata dia.
ADVERTISEMENT