Curhatan Para Perempuan Bercadar Usai Rentetan Ledakan Bom

14 Mei 2018 20:19 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Wanita Bercadar (Foto: AFP/Ozan Kose)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Wanita Bercadar (Foto: AFP/Ozan Kose)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ledakan bom di Surabaya tidak cuma dilakukan lelaki tapi juga sekeluarga, termasuk perempuan. Seperti Puji Kuswati menggandeng dua putrinya, Fadhila Sari (12 tahun) dan Famela Rizqita (9 tahun), masuk ke halaman Gereja Kristen Indonesia (GKI) Diponegoro. Puji mengenakan cadar saat melakukan aksi bom bunuh diri bersama kedua putrinya tersebut meski dalam kesehariannya dia tak pernah mengenakan cadar.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari sebelumnya terjadi dua kali teror di Mako Brimob setelah aksi rusuh yang dilakukan para narapidana teroris. Satu pelaku laki-laki tewas ditembak polisi, disusul dua perempuan bernama Siska--Dita Siska Millenia dan Siska Nur Azizah--yang ditangkap karena gerak-geriknya mencurigakan. Mereka kemudian mengaku hendak menyerang polisi dan kedapatan membawa gunting.Siska dan Dita pun menggunakan cadar.
Aksi para teroris perempuan tersebut mencemarkan para muslimah pengguna cadar, hingga muncul stereotip pengguna cadar berbahaya. Seperti Rindi (25) warga Rusunawa Palembang yang mengaku mengenakan cadar untuk menjalankan sunah nabi. Dia sempat didatangi Ketua RT di kampungnya untuk diperiksa data dirinya secara lengkap.
"(Ketua RT) Nanya suami ada kah? Kerja di mana? Sama minta data diri, dan suami diminta untuk datang ke Pak RT," kata Rindi saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Senin (14/5).
ADVERTISEMENT
Rindi sempat kaget karena tiba-tiba didatangi Ketua RT. Apalagi menurutnya tidak semua warga di lingkungannya didatangi Ketua RT.
"Yang didatangi di tempat kami hanya yang bercadar saja," tutur Rindi.
Meski demikian dia mengaku tidak merasa tersinggung. Biar bagaimana pun pendataan tersebut dilakukan untuk menjaga keamanan warga sekitar.
"Nah ini penting, sebagai penduduk kita harus punya identitas diri," ucapnya.
Tak hanya Rindi, perempuan bercadar lain juga mengaku mendapat 'perhatian' lebih dari masyarakat. Seorang pengguna Facebook Zulaecha Tasbih mengaku dibuntuti oleh tiga orang karyawan toko saat dirinya berada di pusat perbelanjaan. Zulaecha mengaku risih dengan perlakuan tak mengenakkan tersebut.
Sementara itu imbauan-imbauan untuk muslimah pengguna cadar agar berhati-hati saat keluar rumah juga ramai dibahas di sosial media. Banyak yang menyarankan agar para muslimah bercadar untuk sementara lebih baik tidak keluar rumah agar tak menjadi objek perlakuan tak menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Menanggapi kondisi ini, Rindi juga memberikan saran kepada para muslimah bercadar lainnya.
Menurut Siti Darojatul ‘Dete’ Aliah, Direktur Society against Radicalism and Violent Extremism Indonesia, teroris perempuan punya ‘keuntungan’ tambahan. “Ia belum dianggap mampu melakukan tindakan ekstrem. Polisi dan negara tidak akan terlalu curiga. Ia jadi agen kekerasan baru,” katanya.
“Perempuan lebih gampang mengelabui petugas,” ujar Ansyaad Mbai, mantan kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.