Dalam 8 Tahun Terakhir, MKH Pecat 31 Hakim

4 Januari 2018 11:44 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahkamah Agung (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mahkamah Agung (Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Komisi Yudisial mencatat setidaknya ada 31 hakim yang diberhentikan melalui mekanisme Sidang Majelis Kehormatan Hakim selama kurun waktu 2009-2017. Para hakim itu dipecat secara permanen terkait kasus yang berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
"Dengan adanya penjatuhan sanksi ini merupakan upaya penegakan KY dalam rangka menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim. Atas kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan, maka layak diberikan sanksi untuk menjerakan," kata juru bicara KY Farid Wajdi dalam keterangan pers yang diterima kumparan (kumparan.com), Kamis (4/1).
Selain 31 hakim yang diberhentikan tetap, sejumlah hakim juga dikenakan beberapa sanksi lainnya. Di antaranya terdapat 16 orang hakim dijatuhi sanksi berupa nonpalu 3 bulan sampai dengan 2 tahun, 1 orang dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis dengan pengurangan tunjangan kinerja sebesar 75 persen selama 3 bulan, dan 1 orang mengundurkan diri sebelum MKH.
Farid mengungkapkan bahwa pihaknya mencatat praktik suap dan jual beli perkara yang melibatkan hakim masih banyak terjadi sepanjang 2009-2017. Hal ini sering terungkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap aparatur pengadilan, termasuk hakim.
ADVERTISEMENT
Sejak sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) digelar oleh Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) pertama kali di tahun 2009, kasus suap dan gratifikasi cukup mendominasi hingga sekarang.
Dari 49 sidang MKH yang telah dilaksanakan, ada 22 laporan karena praktik suap dan gratifikasi atau 44,9 persen. Praktik suap dan isu jual beli perkara ini juga selalu menghiasi sidang MKH pada setiap tahunnya.
"Tentu ini menjadi keprihatinan dan sudah sepatutnya menjadi pembelajaran bagi semua pihak. KY mengimbau para hakim untuk senantiasa memegang teguh kode etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)," kata Farid.
"Sebagai mitra kerja, KY juga mengapresiasi langkah pembinaan dan pembenahan yang telah dilakukan MA. Namun, KY berharap agar MA lebih tegas terhadap 'oknum' yang telah mencederai kemuliaan lembaga peradilan," lanjut Farid.
ADVERTISEMENT
Selain kedua suap dan praktik jual beli perkara, Farid mengatakan, perselingkuhan dan pelecehan juga termasuk yang banyak disidangkan dalam MKH, yaitu 17 perkara (34,6 persen). Pada tahun 2009 dan 2010 kasus perselingkuhan belum pernah digelar di sidang MKH. Namun, sejak tahun 2011-2017 laporan ini selalu ada. Bahkan, di tahun 2013 dan 2014 laporan ini mendominasi.
"Jauhnya penempatan tugas seorang hakim dari keluarganya ditengarai menjadi salah satu sebab maraknya pelanggaran kode etik berupa perselingkuhan di kalangan para hakim," jelas Farid.
Kantor Komisi Yudisial RI. (Foto: Facebook @komisiyudisialri)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Komisi Yudisial RI. (Foto: Facebook @komisiyudisialri)
"Oleh karena itu, pola mutasi dan promosi hakim sebaiknya mempertimbangkan kebutuhan agar tidak terlalu jauh dari keluarganya. Selain itu, kenaikan tunjangan dan fasilitas para hakim juga ditengarai menjadi penyebab meningkatnya kasus perselingkuhan," lanjutnya.
Ilustrasi palu hakim (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi palu hakim (Foto: Pixabay)
Kasus lainnya yang disidangkan di MKH, antara lain, bersikap indisipliner (5 laporan), mengonsumsi narkoba (3 laporan), memanipulasi putusan kasasi (1 laporan), dan pemalsuan dokumen (1 laporan). Khusus di tahun 2017, KY dan MA menggelar 3 kali sidang MKH karena kasus penyuapan (1 laporan) dan perselingkuhan (2 laporan).
ADVERTISEMENT