Demam Piala Dunia Belum Berakhir Bagi Anak Rohingya

20 Juli 2018 11:16 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anak-anak di Rohingya bermain Sepak Bola (Foto: AFP/Munir Zaman)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak di Rohingya bermain Sepak Bola (Foto: AFP/Munir Zaman)
ADVERTISEMENT
Piala Dunia boleh jadi telah berakhir pada Minggu lalu, dengan kemenangan gemilang timnas Prancis pimpinan kapten Hugo Lloris. Namun bagi anak-anak pengungsi Rohingya, demam Piala Dunia belum usai, masih terasa hingga kini.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan AFP, Jumat (20/7), disebutkan anak-anak Rohingya di pengungsian Bangladesh masih meneriakkan yel-yel Piala Dunia. Bendera Argentina dan Brasil bahkan masih berkibar di lapangan bola anak-anak, berdampingan dengan bendera Bangladesh.
Pada sebuah peristiwa, anak-anak Rohingya, berusia di bawah 10 tahun, mengarak replika Piala Dunia di antara kamp-kamp terpal pengungsi. Mata seorang bocah enam tahun melihat piala bohongan itu dengan berbinar, seakan itu trofi asli.
Anak-anak di Rohingya bermain Sepak Bola (Foto: AFP/Munir Zaman)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak di Rohingya bermain Sepak Bola (Foto: AFP/Munir Zaman)
"Favorit saya adalah Argentina. Saya nonton finalnya. Antara Kroasia dan Prancis, dan Prancis menang," kata bocah itu, Mohammad Reza, yang memakai jersey Argentina.
Ada juga Nurul Afsar, 5, yang mengusung trofi buatan itu. Ini adalah Piala Dunia pertamanya, sangat berkesan hingga sulit terlupakan.
"Pemain favorit saya adalah Neymar," kata dia malu-malu.
ADVERTISEMENT
Nurul Abser, pemuda Rohingya 18 tahun, mengatakan mereka nonton final di sebuah gubuk sempit beratap terpal pada Minggu lalu. TV yang mereka tonton kecil, tapi banyak mata yang menyaksikannya.
Anak-anak di Rohingya bermain Sepak Bola (Foto: AFP/Munir Zaman)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak di Rohingya bermain Sepak Bola (Foto: AFP/Munir Zaman)
Menonton pertandingan di televisi dilampiaskan di lapangan tanah. Anak-anak Rohingya berjibaku dengan debu, menendang bola, riang mencoba menembus pertahanan lawan. Mencari gol, tujuan mereka.
Jahangir Alam, pemuda Rohingya 17 tahun, sangat menyukai Neymar sehingga dia mencukur rambutnya dan mewarnainya dengan gaya pemain bola asal Brasil itu.
"Saya sangat suka Neymar. Itulah mengapa potongan rambut saya seperti dia. Saya menikmati pertandingan ini," kata Alam, sambil men-juggling bola.
Anak-anak di Rohingya bermain Sepak Bola (Foto: AFP/Munir Zaman)
zoom-in-whitePerbesar
Anak-anak di Rohingya bermain Sepak Bola (Foto: AFP/Munir Zaman)
Mereka adalah bagian dari 700 ribu warga Rohingya yang mengungsi dari Rakhine, Myanmar, sejak Agustus lalu. Rumah-rumah mereka di kampung halaman dibakar, pria, wanita dan anak Rohingya dibunuhi dan diperkosa.
ADVERTISEMENT
PBB melabeli pembantaian Rohingya di Rakhine oleh tentara Myanmar sebagai genosida. Seakan penderitaan di kampung belum berat, mereka harus berjalan kaki berhari-hari melewati gunung dan lembah untuk tiba di Bangladesh. Sehari-harinya, mereka mengandalkan bantuan kemanusiaan untuk bertahan hidup, sekadar mengisi perut.
Piala Dunia sesaat telah menjadi penawar sakit bagi para pengungsi Rohingya. Melalui layar televisi kecil, meneriaki para pemain bola di stadion Rusia, sedikit jadi penghilang trauma anak-anak Rohingya. Untuk sesaat, mereka lupa horor yang pernah menimpa.