Demiz Buka Suara soal Meikarta: Punya 84 Ha Kok yang Dijual 500 Ha

17 Oktober 2018 12:26 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
zoom-in-whitePerbesar
Foto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
ADVERTISEMENT
Eks Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar (Demiz) buka suara soal proyek Meikarta yang kini sedang menuai persoalan di KPK. Saat menjabat sebagai pucuk pimpinan Jabar, Demiz sudah merasa ada yang janggal.
ADVERTISEMENT
Demiz berpegang kepada Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 593.82/SK.576-PEM.UM/94 pada 29 Maret 1994. Lahan yang diperuntukkan di tanah yang ingin dibangun Meikarta adalah Kawasan Strategis Provinsi
"Jadi pernyataan saya enggak berubah dari Pemprov cuma bisa mengeluarkan rekomendasi sesuai aturan tata ruang. Dan SK Gubernur tahun 1994 yang diperuntukkan untuk perumahan cuma 84,6 hektare. Bupati mengajukan itu, saat itulah kita diminta mengeluarkan rekomendasi," ungkap Demiz saat dihubungi kumparan melalui sambungan telepon, Rabu (17/10).
"Ya janggal. Cuma 84,6 hektare kok diiklankan 500 hektare. Ada sesuatu yang kita enggak tahu kenapa berniat mengiklankan 500 hektare. Apa udah ada pembicaraan sebelumnya dengan kabupaten? Kita enggak tahu," sambungnya.
Ia menegaskan, Pemprov Jabar tidak bisa mengeluarkan rekomendasi karena tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. "Selama itu tidak ada perubahan tata ruang tanpa prosedur itu pidana. Makanya saya enggak mau mengeluarkan (rekomendasi) itu," ujar dia.
ADVERTISEMENT
"Saya ditaruh pistol di kepala saya juga enggak mau karena saya bakal dipenjara," tegas Demiz.
Deddy Mizwar. (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Deddy Mizwar. (Foto: Antara/M Agung Rajasa)
Sebenarnya, apabila Meikarta benar-benar ingin membangun di tanah 500 hektare di Cikarang bisa saja. Namun sebelumnya harus dilakukan kajian secara komprehensif.
"Tata ruang itu bisa berubah, 5 tahun sekali. Namun harus dengan kajian yang lebih komprehensif tentang bagaimana sumber air bersihnya dari mana, macem macem. Tentang kalau itu lahan pertanian dan hutan apakah penggantinya. harus ada kajian mendetail," ujarnya.
"Ini rekomendasi ya bukan izin. Izin membangun dan lain lain itu urusannya di kabupaten, ini kan otonomi daerah. Makanya saya enggak tahu-menahu perizinan mana yang membuat ada yang tertangkap tangan," tutup Demiz.
ADVERTISEMENT
KPK mengungkap adanya dugaan pratik suap miliaran rupiah dari Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro kepada Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin. Berdasarkan pemeriksaan sementara, KPK mendapat dugaan bahwa suap tersebut untuk memuluskan perizinan dalam fase pertama pembangunan Meikarta.
"Ada indikasi aliran dana untuk mempercepat atau untuk memproses perizinan tersebut. Itu yang sedang kami dalami saat ini," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Selasa (16/10).
KPK pun menduga Neneng selaku kepala daerah di Pemkab Bekasi, bertanggung jawab atas proses perizinan proyek tersebut. Terkait adanya dugaan keterlibatan pihak pemerintah pusat dalam kasus ini, Febri menyebut bahwa penyidik belum mengarah ke sana.
"Apakah ada atau tidak keterlibatan pemerintah pusat, sejauh ini kami belum mendalami hal tersebut. Yang kami dalami adalah proses yang lebih terinci terkait dengan perizinan untuk fase pertama pembangunan Meikarta," kata Febri.
ADVERTISEMENT