Digugat Praperadilan, KPK Yakini Status Tersangka Cagub Malut Tepat

18 April 2018 20:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Febri Diansyah, juru bicara KPK (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Febri Diansyah, juru bicara KPK (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mantan Bupati Sula Ahmad Hidayat Mus mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK. Gugatan tersebut terkait dengan penetapan status tersangka kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Bandara Bobong terhadap Ahmad.
ADVERTISEMENT
Sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu hari ini telah memasuki agenda pemberian jawaban atas gugatan calon gubernur Maluku Utara tersebut.
"Sidang praperadilan yang diajukan tersangka AHM (Ahmad Hidayat Mus) hari ini adalah menyampaikan jawaban termohon (KPK)," ujar juru bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu (18/4).
Setidaknya ada empat poin yang digugat oleh Ahmad dalam praperadilan ini. Pertama pihak Ahmad menilai KPK menyalahi aturan dalam penetapan status tersangka dan tidak sah.
Ahmad Hidayat Mus (Foto: Facebook Ahmad Hidayat Mus)
zoom-in-whitePerbesar
Ahmad Hidayat Mus (Foto: Facebook Ahmad Hidayat Mus)
Namun, Febri menegaskan penetapan status tersangka oleh KPK itu melalui prosedur yang seusuai aturan. Yakni diawali pengaduan, penyelidikan dan mengumpulkan bukti.
"Pada tahap penyelidikan tersebut, termohon telah memintai keterangan kepada 21 orang. Selain itu, termohon juga telah mengundang pemohon sebanyak tiga kali namun pemohon tidak memenuhi undangan KPK sekali pun," imbuh Febri.
ADVERTISEMENT
Poin kedua, Ahmad menilai penetapan tersangka dilakukan KPK tanpa dua alat bukti yang sah. Namun poin ini juga ditampik KPK. Lembaga antirasuah itu meyakini telah ada dua alat bukti yang sah dan cukup saat memutuskan penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan.
"Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat (2) UU KPK," kata Febri.
Untuk poin ketiga, Ahmad menggugat penggunaan bukti hukum dalam perkara tersebut adalah Ne Bis In Idem atau ia pernah diproses hukum terkait kasus yang sama.
Terkait kasus itu, Ahmad pernah lolos dari jeratan tersangka setelah praperadilannya di Pengadilan Negeri Ternate dikabulkan hakim beberapa waktu lalu. Berdasarkan hal tersebut, Ahmad menilai bahwa pengusutan kembali yang dilakukan KPK adalah Ne Bis In Idem.
ADVERTISEMENT
Namun, menurut Febri, hal tersebut tidak dapat dikatakan Ne Bis In Idem. Termasuk bukti-bukti yang digunakan dalam perkara yang ditangani oleh KPK.
"Sebagaimana diatur dalam Pasal 1917 KUHPerdata, perkara a quo yang diajukan oleh pemohon bukanlah Ne Bis In Idem. Karena putusan praperadilan hanya memutus apakah secara formil proses yang dilakukan oleh penyidik sudah tepat atau belum, dan perkara praperadilan belum memutus tentang pokok perkara," kata Febri.
Sementara poin keempat gugatan berisi mengenai kasus ini sudah pernah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tipikor Ternate dan sudah inkrah.
Akan tetapi, Febri mengatakan perkara yang telah disidang di Pengadilan Tipikor Kota Ternate bukan atas nama Ahmad. "Melainkan atas nama Ema Sabar, Majestisa, dan Hidayat Nahumarury yang merupakan bawahan dari pemohon (Ahmad)," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Febri menerangkan sidang praperadilan selanjutnya akan beragendakan penyampaian surat serta saksi ahli dari pihak Ahmad. Sidang akan diselenggarakan pada Kamis (9/4) di PN Jakarta Selatan.