Diprotes Menteri Susi, Tokopedia Hapus Penjual Alat Setrum Ikan

13 Maret 2019 19:35 WIB
clock
Diperbarui 20 Maret 2019 20:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perusahaan e-commerce Tokopedia. Foto: Jofie Yordan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Perusahaan e-commerce Tokopedia. Foto: Jofie Yordan/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengelola situs jual beli online (e-commerce) Tokopedia sudah menghapus laman yang menjual alat setrum ikan. Tindakan itu diambil setelah mengetahui adanya penjualan perangkat yang dianggap terlarang itu di situsnya.
ADVERTISEMENT
"Saat ini, kami telah mengambil tindakan untuk memastikan produk yang dimaksud tidak lagi tersedia di platform Tokopedia," kata VP of Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak, dalam keterangan tertulis, Rabu (13/3).
Tokopedia menegaskan, mereka akan bertindak tegas atas semua pelanggaran hukum yang memanfaatkan situs mereka. Masyarakat juga diminta untuk melaporkan kepada mereka jika menemukan adanya penjualan barang yang melanggar hukum di e-commerce tersebut.
"Kami juga memiliki fitur Pelaporan Penyalahgunaan dimana masyarakat dapat melaporkan produk yang melanggar, baik aturan penggunaan platform Tokopedia maupun hukum yang berlaku di Indonesia. Cara melapor bisa dilihat di https://www.tokopedia.com/bantuan/produk-melanggar-ketentuan," kata Nuraini.
Alat setrum ikan yang dijual bebas. Foto: Dok.Tokopedia
Selain itu, Nuraini mengatakan, Tokopedia telah memiliki tim untuk memantau barang-barang yang dijual di situsnya. Jika ada barang yang dianggap melanggar hukum, maka penindakannya akan sesuai prosedur hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Penjualan alat setrum ikan lewat e-commerce sempat mendapat sorotan dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Susi meradang saat melihat alat itu dijual bebas.
"Gila! Seharusnya alat untuk praktik illegal fishing tidak boleh diperjualbelikan," kata Susi kepada kumparan.
Menangkap ikan dengan menyetrum dilarang karena bisa merusak ekosistem dan membahayakan jiwa penggunanya. Pengguna alat itu diancam hukuman penjara maksimal 6 tahun serta denda maksimal sebesar Rp 1,2 miliar.