DJSN Nyatakan Eks Dewas BPJS TK Syafri Adnan Terbukti Asusila

19 Februari 2019 17:39 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks petinggi BPJS TK Syafri Adnan Baharuddin (kanan) usai laporkan Ade Armando dan kliennya ke Bareskrim Polri (7/1). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Eks petinggi BPJS TK Syafri Adnan Baharuddin (kanan) usai laporkan Ade Armando dan kliennya ke Bareskrim Polri (7/1). Foto: Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Tim Panel Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah mengeluarkan hasil penyelidikan soal laporan dugaan adanya tindakan asusila yang dilakukan oleh eks anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Syafri Adnan Baharuddin. Hasilnya, Syafri dinyatakan terbukti telah berbuat asusila terhadap mantan stafnya.
ADVERTISEMENT
Hal investigasi ini disampaikan pendamping korban, Ade Armando.
“Hasil tim panelnya secara jelas menyatakan bahwa SAB melakukan tindakan tercela dalam bentuk perbuatan maksiat dan perbuatan yang melanggar kesusilaan dan agama,” kata Ade saat menggelar konferensi pers di Sarinah, Jakarta, Selasa (19/2).
Ade mengatakan korban pertama kali melaporkan perbuatan Syafri ke DJSN pada 6 Desember 2018. Baru pada Senin (11/2), korban menerima hasil penyelidikan tim panel yang dibentuk untuk menyelidiki pelaporan korban.
Hasil penyelidikan pun tidak didapatkan dengan mudah. Pengacara korban, Haris Azhar mengatakan korban harus berkali-kali mendatangi kantor DJSN untuk menagih hasil penyelidikan.
Surat Hasil Penanganan Tim Panel DJSN kepada Korban. Foto: Darin Atiandina/kumparan
Korban mengaku tidak diberikan hasil penyelidikan secara utuh, tapi melalui surat penyampaian penanganan dari DJSN yang bersifat rahasia dan ditujukan langsung kepadanya. Padahal, hasil penyelidikan dari tim panel harus disampaikan secara utuh dan tertulis dalam sidang panel.
ADVERTISEMENT
“Korban tidak pernah menerima laporan cuma ada ringkasan 2 kalimat (dalam surat tersebut) dari 13 lembar,” jelas Ade.
Lebih lanjut, Haris mengatakan dalam surat tersebut turut pula menyampaikan bahwa penyelidikan harus dihentikan dengan alasan yang tidak dapat diterima.
“Surat ini dinyatakan DJSN memberhentikan pemeriksaan atas dugaan kekerasan seksual yang dilakukan SAB,” kata Haris.
“Kenapa? Ternyata alasan yang digunakan adalah karena Presiden sudah memberhentikan SAB,” sambungnya lagi.
Syafri memang langsung mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Dewas BPJS TK setelah korban melaporkan dirinya ke Bareskrim Polri. Pengunduran diri itu disetujui oleh Presiden, dan Syafri dinyatakan berhenti dari jabatannya dengan terhormat.
Surat Hasil Penanganan Tim Panel DJSN kepada Korban. Foto: Darin Atiandina/kumparan
Kendati demikian, pihak korban mengatakan bersyukur atas hasil penyelidikan dari tim panel yang terdiri dadi 1 anggota DJSN, 2 orang kementerian teknis, 1 psikologi, dan 1 ahli tersebut.
ADVERTISEMENT
“Yang paling penting adalah tindakan SAB diakui oleh pihak lain, tim indpenden yang dibayai negara, bahwa SAB melakukan tindakan maksiat, melawan nulai asusila dan agama,” pungkas Ade.
Kasus ini bermula ketika korban mengaku mengalami kekerasan seksual dari atasannya Syafri yang saat itu masih menjabat sebagai Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.
Ia mengaku mendapat kekerasan seksual dan perkosaan dari Syafri 4 kali selama dua tahun, sejak 23 September 2016 hingga 16 Juni 2018.
Akhirnya, pada 26 November lalu, setelah lama dalam keadaan terpuruk dengan kondisi ini, korban berupaya untuk melawan tindakan yang selama ini dilakukan oleh atasannya.
Pertama, korban melapor Syafri ke DJSN ke 6 Desember 2018. Kemudian, korban pun melaporkan ke Bareskrim Polri pada Januari lalu. Tak lama setelah itu, Syafri pun melaporkan balik korban ke Bareskrim Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik.
ADVERTISEMENT