Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Partai Berkarya mengajukan gugatan hasil Pileg 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam berkas gugatan di website MK yang dikutip kumparan, Berkarya mengklaim seharusnya mereka lolos ambang batas parlemen (4 persen) dengan 5.719.495 suara.
ADVERTISEMENT
Berkarya menyebut suara mereka sebanyak 2,7 juta beralih ke Gerindra, rekan koalisi Prabowo-Sandi. Dalam gugatan itu, Berkarya juga menyertakan hitungan kesalahan input suara di 53 daerah saat rekapitulasi berjenjang.
Namun, ternyata gugatan itu bukan resmi dari DPP Berkarya. Ketua DPP Berkarya, Badaruddin Andi, menyebut DPP tidak pernah memberi kuasa kepada Nimran Abdurahman & Partners --sebagaimana di berkas gugatan-- untuk mengajukan gugatan ke MK.
"Ini yang perlu diluruskan, ini pemalsuan. Saya keberatan. Tolong cari surat kuasanya, pasti palsu. Karena Ketum dan Sekjen tidak merasa memberi kuasa," ucap Andi kepada kumparan, Selasa (2/7).
Andi menduga gugatan itu dibuat oleh caleg-caleg Berkarya yang tidak puas dengan hasil Pileg dan ulah oknum partai yang tidak mengerti aturan. Padahal, DPP Berkarya sudah menerima hasil Pileg terkait perolehan suara Berkarya.
ADVERTISEMENT
"Kami minta maaf kepada Partai Gerindra yang dituduh nyolong suara Berkarya. Baiknya MK periksa baik-baik berkas gugatan yang masuk, apa asli atau dipalsukan kuasa dari pimpinan kami. Masih banyak orang-orang yang waras di Berkarya," ucap Andi.
Andi mengatakan kuasa hukum dalam berkas gugatan di MK itu bukanlah keluarga besar Berkarya. Ada seratusan kader Berkarya yang berstatus pengacara dan sarjana hukum dilatih MK untu menghadapi gugatan pasca-Pemilu 2019. Berkarya juga punya LBH.
"Ini sangat memalukan," tegas Andi.