Eka Kurniawan Keluhkan Tingginya Bea Masuk Buku Impor

8 November 2017 8:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eka Kurniawan, penulis Indonesia (Foto: Facebook Eka Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Eka Kurniawan, penulis Indonesia (Foto: Facebook Eka Kurniawan)
ADVERTISEMENT
Penulis kenamaan Indonesia, Eka Kurniawan, mendapat sebuah paket berisi tagihan cukai senilai Rp 1,4 juta pada Selasa (7/11) pagi. Eka diharuskan menebus tagihan cukai untuk sebuah paket dari Spanyol berisi 10 buku yang dikirimkan kepadanya.
ADVERTISEMENT
Namun, kedatangan paket tagihan cukai tersebut justru tidak disambut baik. Lewat laman Facebook-nya, Eka mengeluhkan pemberlakuan pungutan negara yang dibebankan kepadanya.
“Kiriman bukti cetak buku saya dari penerbit Spanyol. Tagihan pungutan negaranya makin epik: Rp. 1.471.000. Ngurus ke kantor bea cukai? Mending bobo2an di rumah baca buku, lah,” tulis Eka dalam statusnya.
Ketika dikonfirmasi, Eka enggan membayar nominal sebanyak itu lantaran buku-buku tersebut dikirimkan gratis dari penerbit Spanyol setelah menerjemahkan karya sastranya.
“Masalahnya, kalau kasusku ini bukuku terbit di luar negeri. Dan setelah terbit, dia ngirimlah semacam compliment (ucapan terima kasih) untuk penulisnya. Biasanya sekitar 10 copy lah, maksimal 20 copy,” ujar Eka kepada kumparan (kumparan.com).
ADVERTISEMENT
Buku yang dimaksud adalah terjemahan dari novel Eka berjudul 'Cantik Itu Luka'. Novel tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol oleh penerbit Lumen (Penguin Random House Grupo Editorial) dengan judul 'La belleza es una herida'.
Buku Eka Kurniawan (Foto: Facebook Eka Kurniawan)
zoom-in-whitePerbesar
Buku Eka Kurniawan (Foto: Facebook Eka Kurniawan)
Eka tidak sekali dua kali mendapat kiriman seperti itu. Ia adalah salah satu penulis paling berpengaruh di Indonesia yang bahkan digadang-gadang sebagai “penulis terbaik Indonesia setelah Pramoedya Ananta Toer”. Karyanya mulai dari 'Cantik itu Luka' hingga 'Lelaki Harimau' diterjemahkan ke lebih dari 20 bahasa.
Pengiriman ucapan terima kasih berupa buku gratis adalah kebiasaan setelah proses alihbahasa selesai dilakukan oleh penerbit yang akan menjual buku karya Eka. Namun, pengiriman buku sebagai ucapan terima kasih ini kadang menjadi suatu yang tidak mengenakkan bagi Eka terutama bila buku telah sampai di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Setibanya di Indonesia, Eka beberapa kali mendapat tagihan dari bea cukai untuk membayar pungutan negara. Tagihan tersebut, sepengetahuan Eka yang mengaku tidak begitu paham soal perpajakan, muncul begitu saja.
Ia pernah mendapat kiriman buku tanpa harus membayar pungutan negara dan hanya membayar biaya pos sebesar Rp 20 ribu. Sedangkan di kesempatan lain, ia harus membayar tagihan dari bea cukai dengan nominal yang tidak sedikit.
Tentu nominal yang terlampau besar inilah yang menjadi permasalahan. “Dahulu, sih, ada tagihan Rp 300 ribu. Okelah kalau 300 ribu aku bayar saja. Tapi, semakin lama ketika nominalnya semakin gede sampai Rp 600 ribu sampai Rp 900 ribu nggak aku tebus, biarin saja,” keluh Eka.
ADVERTISEMENT
Kasus sebelumnya yang juga ia unggah di Facebook adalah kiriman penerbit Finlandia. Buku 'Cantik itu Luka' ia terima 23 September 2017 ini bernilai Rp 621 ribu. Eka memilih untuk tidak menebusnya.
Di luar kegelisahan Eka yang harus membayar pajak atas karyanya sendiri yang dikirim secara gratis, pungutan yang diberlakukan oleh bea cukai menjadi beban yang tidak perlu. Menurut Eka, pemberlakuan pungutan negara terhadap sebuah buku terlampau mahal dan membebani penulis dan pembaca.
“Katakanlah aku beli buku di toko seharga 22 euro. Kalau aku beli sepuluh buku dapat 220 euro. Itu kalau dikursin Rp 3 juta, masa pajaknya separuhnya,” tambahnya.
September kemarin, beberapa penulis mengeluhkan tentang pajak 15 persen terhadap sebuah karya. Di tengah perdebatan hangat, Eka muncul menceritakan tagihan bea cukai dan menganggapnya sebagai masalah lain yang dihadapi rekan seprofesinya.
ADVERTISEMENT
Ia tidak membayangkan bagaimana beban pembaca Indonesia yang berusaha memperluas wawasannya dengan membeli buku cetakan penerbit luar negeri. “Buku di luar negeri kan emang mahal. Sudah mahal, kena pajak gede banget, bagaimana kita mau baca buku?” imbuhnya.