news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Eks Bos Lippo Eddy Sindoro Klaim Tak Suap, Minta Dibebaskan Hakim

4 Maret 2019 22:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro (kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro (kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Bekas petinggi Lippo Group Eddy Sindoro merasa tidak pernah menyuap mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution sebagaimana dakwaan KPK.
ADVERTISEMENT
Eddy berpendapat majelis hakim yang menangani perkaranya layak membebaskan dia dari semua dakwaan. Ia meminta hakim tak mengabulkan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang menuntutnya 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Fakta-fakta dalam persidangan menunjukkan bahwa sesungguhnya saya tidak bersalah dan seyogianya diputus bebas murni," kata Eddy saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (4/3).
Menurutnya permohonan bebas itu berdasarkan analisisnya selama persidangan. Ia berpendapat tidak ada saksi yang menyebutkan keterlibatannya dalam perkara ini.
Eddy dituntut karena dinilai telah terbukti menyuap Edy Nasution sebesar Rp 877 juta. Suap diduga terkait pengurusan perkara PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) melawan PT Kwang Yang Motor (PT Kymco) di PN Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Serta terkait pengurusan perkara Peninjauan Kembali (PK) perkara niaga yang diajukan PT Across Asia Limited (AAL) pada 15 Februari 2016 di PN Jakpus.
Terdakwa kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Eddy Sindoro (kanan) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Uang suap itu diduga diberikan Eddy melalui anak buahnya yaitu pegawai PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati. Aksi suap Eddy juga disebut dilakukan bersama-sama dengan Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Ervan Adi Nugroho. Serta, Hery Soegiarto dan Doddy Aryanto Supeno.
"Saksi Wresti menyebut saya tahu pemberian uang, pernyataan itu jelas enggak benar, bahkan sekalipun ada, tentu enggak hubungannya dengan saya, sehingga dengan demikian penerimaan uang Eddy enggak ada kaitan sama saya," kata Eddy.
Eddy juga membantah telah melarikan diri ke luar negeri. Ia mengatakan rencanya ke luar negeri untuk berobat atas penyakit yang dideritanya.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut sempat akan berobat ke Amerika Serikat. Namun mendapat informasi Edy Nasution terkena kasus KPK dan dia ditetapkan jadi tersangka, maka Singapura menjadi tempat pengobatan pilihannya.
"Pada sekitar akhir 2016 atau awal 2017 saya baca berita perihal penetapan tersangka oleh KPK, hal itu membuat saya lebih mantap dalam memilih tetap di luar negeri untuk sementara waktu agar bisa menyelesaikan urusan pengobatan terlebih dahulu, sebelum pulang untuk memberikan klarifikasi dalam proses hukum," ungkapnya.
Ia pun mengaku pasrah atas putusan majelis hakim nanti apabila tidak mengabulkan permohonann pembebasannya dalam jeratan hukum.
"Apapun keputusan Tuhan melalui majelis hakim Yang Mulia, akan saya terima sebagai rencana dan perintah Tuhan kepada saya," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Jaksa menilai Eddy telah bukti menyuap Eddy Nasution sebesar Rp 150 juta dan USD 50 ribu. Uang sebesar Rp 150 juta dan USD 50 ribu atau sekitar Rp 727,239,990 (kurs Rp 14.544). Maka total suap adalah sebesar Rp 877.239.90.
Perbuatan Eddy dianggap telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.