Formappi: Revisi UU MD3 Hanya Cara PDIP Dapat Kursi Pimpinan DPR/MPR

25 Maret 2018 17:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum. (Foto: Aria Pradana/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pengesahan Revisi Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) terus menuai polemik. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menganggap, revisi UU MD3 hanya upaya PDIP untuk mendapatkan kursi pimpinan parlemen.
ADVERTISEMENT
"Saya kira sejak awal niat merevisi MD3 ini didorong oleh keinginan PDIP sebagai partai dengan kursi terbanyak di DPR agar kemudian diapresiasi dengan kursi pimpinan," ujar peneliti Formappi, Lucius Karus, dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (25/3).
Saat ini, Lucius menyebut, PDIP sudah merasakan keuntungan dari revisi UU MD3. Kader PDIP mendapat kursi di jajaran pimpinan DPR.
Meski demikian, Lucius tetap merasa penambahan kursi Wakil Ketua DPR untuk PDIP sebagai tindakan janggal sebab penambahan berlangsung saat masa tugas parlemen tinggal satu tahun lagi. Penambahan juga dianggap tidak sesuai dengan mekanisme pemilihan pimpinan DPR dengan mekanisme paket.
"Jadi sebenarnya aneh juga bahwa PDIP menerima kursi itu di tengah kekacauan legislasi. Di mana argumentasi mereka sebagai pemenang pemilu harus mendapat kursi itu semestinya tidak kompatibel dengan mekanisme pemilihan pimpinan yang masih dipertahankan sampai 2019 yang berdasarkan paket," katanya.
ADVERTISEMENT
Lucius berpendapat, jika pemilihan pimpinan parlemen masih dengan sistem paket, PDIP tetap tidak mendapat jatah kursi. Pasalnya saat pemilihan pimpinan DPR pada 2014, PDIP berada dalam paket yang lain.
Selain itu, Lucius berpandangan, tambahan kursi pimpinan parlemen sekadar bagi-bagi jatah semata. "Dari sejak tahun 2015 itu pembagian jatah ini sudah diupayakan untuk dibagi-bagi dan sudah diupayakan juga untuk mengubah UU MD3 ini untuk memuluskan pemberian jatah dari partai-partai yang merasa harus mendapatkan jatah tapi belum dikasih jatah dan ini terjadi pada PDIP," sebutnya.
Penambahan kursi pimpinan MPR menjadi delapan orang juga dipandang tidak terlalu bermanfaat bagi masyarakat. Sebab, tugas MPR saat ini hanya fokus dengan sosialisasi empat pilar kebangsaan.