Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Pesona tari Gandrung Sewu tidak bisa dipungkiri lagi. Para penari melenggak-lenggok dengan membawa kipas yang berwarna merah putih. Tarian indah itupun lengkap diiringi denting gamelan perpaduan khas dari budaya Jawa dan Bali.
ADVERTISEMENT
Cerita Gandrung Banyuwangi yang dikutip dari publikasi ilmiah dari Universitas Sanata Dharma , pada awalnya banyak dimainkan oleh kaum lelaki. Mereka membawa peralatan musik perkusi berupa kendang dan rebana.
Saban hari berkeliling mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat Blambangan sebelah timur, akibat peperangan melawan kompeni, yang dibantu oleh Mataram dan Madura pada tahun 1767 untuk merebut Blambangan dari kekuasaan Mangwi.
Pertunjukan yang digelar dari kampung ke kampung itu, mendapatkan imbalan berupa beras atau hasil bumi lainnya. Kemudian, hasil bumi itu dibagikan lagi kepada pengungsi pasca peperangan melawan kompeni, yang memerlukan bantuan, baik yang berada di pedesaan, pedalaman, atau di hutan.
Setelah mengalami perkembangan dan masyarakat Blambangan sebelah timur telah membangun kembali, Gandrung yang tadinya dimainkan oleh kaum laki-laki, pada saat 1850, tarian itu telah menarik perhatian kaum wanita. Gandrung wanita pertama adalah bernama Semi (Triwiludjeng, 2014 hal 17).
ADVERTISEMENT
Pada mulanya, Gandrung hanya boleh ditarikan oleh para keturunan penari sebelumnya, akan tetapi setelah memasuki tahun 1970, mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunannya, ikut mempelajari tarian tersebut.
Tarian Gandrung Banyuwangi bisa disebut sebagai bentuk rasa syukur masyarakat setelah mendapatkan hasil panen.
Setiap tahun tarian Gandrung Sewu selalu tampil dalam festival di Pantai Marina Boom, Banyuwangi, Jawa Timur. Pada Sabtu (12/10/2019), lebih dari 1.400 anak muda menari.
Menurut Bupati Banyuwangi Azwar Anas, ribuan penari yang tampil merupakan 60% penari baru. Hal itu berarti ada regenerasi yang terus berjalan pada tarian khas Banyuwangi tersebut.
Pada tahun ini, festival tersebut bertemakan perjuangan rakyat Banyuwangi atau Blambangan dalam melawan kolonialisme Belanda.
ADVERTISEMENT