Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Gamawan Fauzi Mengaku Dicecar KPK soal Proyek IPDN Rokan Hilir
8 Januari 2019 17:35 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:50 WIB
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegaskan pembangunan Gedung Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN) Rokan Hilir, Riau, bukan menjadi kewenangannya. Keterangan itu ia sampaikan usai diperiksa penyidik KPK.
ADVERTISEMENT
"(Pembangunan IPDN) Rokan Hilir karena nilainya di bawah Rp 100 miliar bukan kewenangan saya, langsung di bawah sekjen saja. Nah, ini yang ditanya tadi Rokan Hilir saja. Kalau Sumbar, sudah, ya," ujar Gamawan kepada awak media di Gedung KPK, Selasa (8/1).
Gamawan yang diperiksa untuk penyidikan terhadap tiga tersangka korupsi pembangunan IPDN itu menambahkan bahwa setiap proyek pembangunan Gedung IPDN sebelumnya telah diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Iya sudah diaudit (BPKP), direview dulu oleh BPKP sebelum saya tandatangani," ucap Gamawan.
"Kalau yang Rokan Hilir saya tidak ikut, yang tanda tangan langsung, yang dikelola langsung," sambungnya.
KPK menemukan adanya 4 proyek pembangunan gedung IPDN yang terindikasi korupsi dalam pelaksanaannya, termasuk di Rokan Hilir, Agam (Sumatera Barat), Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.
ADVERTISEMENT
Dua proyek IPDN Agam dan Rokan Hilir menyebabkan negara merugi masing-masing senilai Rp 34,8 miliar serta Rp 22,11 miliar. Adapun untuk dua proyek di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, kerugian negara mencapai Rp 21 miliar. Keugian itu dihitung berdasarkan dari kekurangan volume pekerjaan dua proyek gedung tersebut. Sehingga, KPK mencatat total negara telah dirugikan senilai Rp 77,48 miliar.
Disinggung apakah dua proyek pembangunan IPDN di Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan masuk dalam materi pertanyaan, Gamawan mengaku penyidik tak menanyakan hal tersebut.
Gamawan menuturkan, semasa pembangunan diaudit oleh BPKP, ia telah memperingatkan jajarannya untuk berhati-hati dan menghindari proses penyalahgunaan dana pembangunan.
"Itu belum (IPDN Sulut), Untuk Sumatera Barat sudah ditanya dan sudah saya jelaskan dulu bahwa itu semua sudah di-review oleh BPKP dulu baru saya tandatangani. Sebenarnya itu berjaga-jaga berhati-hati tapi disalahgunakan juga rupanya," kata Gamawan.
ADVERTISEMENT
Kasus ini terungkap ketika KPK mengungkap adanya dugaan korupsi dalam pembangunan gedung IPDN di Rokan Hilir dan Agam. Dalam pengembangannya, KPK juga menemukan indikasi hal yang sama terjadi di Gowa, Sulawesi Utara, dan juga di Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2011.
Ketiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Dudy Jocom selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pusat administrasi keuangan dan pengelolaan aset Sekretariat Kementerian Dalam Negeri tahun 2011, Dono Purwoko selaku Kepala Divisi Konstruksi VI PT Adhi Karya (Persero) Tbk, serta Adi Wibowo selaku Kepala Divisi Gedung atau kepala Divisi I PT Waskita Karya (Persero) Tbk.
Mereka diduga memperkaya diri sendiri atau orang lain dan korporasi yang dapat merugikan keuangan negara terkait pengadaan dan pelaksanaan pekerjaan konstruksi pembangunan gedung tersebut.
Kasus ini berawal pada tahun 2010 saat Dudy Jocom melalui rekannya menghubungi sejumlah kontraktor terkait adanya proyek pembangunan IPDN. Menindaklanjuti pertemuan itu, diduga ada penunjukan yang telah dilakukan sebelum lelang proyek itu rampung dilakukan.
ADVERTISEMENT
Alhasil, PT Waskita Karya dan PT Adhi Karya berhasil memperoleh proyek pembangunan IPDN, masing-masing di IPDN Sulawesi Selatan dan IPDN di Sulawesi Utara. Atas pembagian itu, Dudy dan rekannya meminta fee sebesar 7 % dari total nilai proyek.
Setelah dipenuhi, pada September 2011, pemenang lelang pun diumumkan dan para kontraktor terpilih langsung menandatangani kontrak proyek. Tak cukup memanipulasi proses lelang, pada Desember 2011, Dudy diduga meminta pembuatan berita acara serah terima pekerjaan 100% untuk proyek IPDN Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara dengan tujuan agar dana dapat segera dapat dibayarkan.
Dari kedua proyek itu, diduga negara mengalami kerugian sekurangnya Rp 21 miliar. Penghitungan didasarkan pada kekurangan volume pekerjaan pada dua proyek tersebut yang masing-masing sebesar Rp 11,18 miliar untuk proyek IPDN Sulawesi Selatan serta Rp 9,378 miliar untuk proyek IPDN Sulawesi Utara.
ADVERTISEMENT