Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) telah resmi menutup sidang putusan sengketa Pileg 2019. Dari total 260 perkara yang diregistrasi, hakim menolak sebanyak 248 sengketa dan mengabulkan 12 sengketa Pileg.
ADVERTISEMENT
Bawaslu sebagai pihak pemberi keterangan dalam sidang memberikan catatannya terhadap sidang sengketa Pileg di MK. Menurut mereka, banyaknya gugatan yang ditolak MK dikarenakan permohonan itu sudah pernah diputus sebelumnya oleh Bawaslu.
"Permohonan yang ditolak-tolak ini, permohonan banyak yang ditolak karena sudah dilakukan (penindakan) Bawaslu dan diakui fakta hukum. Harus kita lihat, putusan Bawaslu jadi temuan hukum tapi tidak diakui," kata Komisioner Bawaslu Rahmat Bagja di Kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (12/8).
Dari 260 permohonan sengketa Pileg di MK, Bawaslu menurutkan sekitar 30 permohonan di antaranya sudah ditangani di Bawaslu. Namun, permohonan itu kembali diajukan ke MK oleh partai politik.
"Itu soal pelanggaran administrasi misal seperti tidak sesuai dengan PKPU, harus menyandingkan data C1. Jadi sudah ada arsiran 30 dari 260 perkara itu," jelas Bagja.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Bawaslu menambahkan selama persidangan di MK, majelis hakim lebih mempercayai bukti dokumen yang dimiliki Bawaslu dibanding dokumen milik KPU. Hal itu membuat Bawaslu heran dengan sikap hakim.
"Kami sebagai pemberi keterangan membantu hakim dengan memberikan data melalui validitas yang tidak dapat diragukan (kebenarannya). Data Bawaslu banyak dipakai untuk menolak permohonan. Bahkan data KPU enggak dipakai, ini (data) Bawaslu dipakai dalam kasus permohonan Pileg di Jatim. Data KPU enggak dipercaya, tetapi data Bawaslu dipercaya," tutur Bagja.
Namun meski demikian, menurut Bagja, pada akhirnya Bawaslu tidak dapat diterima oleh majelis hakim MK. Hakim menilai putusan Bawaslu telah melampaui kewenangannya karena seharunya putusan yang dikeluarkan Bawaslu sudah melewati batas waktu dan menjadi ranah MK.
ADVERTISEMENT
"Putusan kami enggak diakui (MK) dalam sidang, tapi putusan kami dianggap sebagai fakta hukum. Itu menarik," ucap Bagja.
Mengenai keberatan hakim MK, Bagja memberikan klarifikasi bahwa sejak awal tidak ada niat Bawaslu untuk mengeluarkan putusan yang melewati batas kewenangannya. Sebab Bawaslu hanya menindaklanjuti laporan berkaitan dengan pelanggaran administrasi dan proses pemilu.
"Bawaslu enggak intervensi hasil di MK. Kami dikritik padahal kami hanya penanganan administrasi. UU nomor 7 jelas, enggak ada batas waktu (putusan) selama ditemukan 7 hari sejak diketahui dan sudah disepakati bersama. Jadi proses dilakukan Bawaslu dan ada kesepakatan setalah rekapitulasi nasional pada 20-21 Mei," tutup Bagja.