Hakim Sebut Dudy Jocom Tersangka Korupsi Gedung IPDN Gowa dan Minahasa

14 November 2018 16:25 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang putusan terdakwa Dudy Jocom di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang putusan terdakwa Dudy Jocom di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menyatakan eks Kepala Pusat Administrasi Keuangan dan Pengelolaan Aset pada Kementerian Dalam Negeri, Dudy Jocom, bersalah melakukan korupsi dalam proyek pembangunan Gedung Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Bukittinggi di Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, Tahun Anggaran 2011.
ADVERTISEMENT
Dudy selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPA) dalam proyek tersebut dinyatakan telah terbukti melakukan korupsi sebesar Rp 4,2 miliar. Ia pun divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 1 bulan kurungan. Ia juga diharuskan membayar uang pengganti senilai uang yang dikorupsinya.
Vonis terhadap Dudy itu hanya setengah dari tuntutan jaksa KPK selama 8 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Menurut majelis hakim, pertimbangan vonis tersebut karena Dudy saat ini sudah berstatus tersangka dugaan korupsi pembangunan Gedung IPDN di tiga lokasi lain.
Ketiga proyek itu ialah pembangunan IPDN di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, pembangunan kampus IPDN di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dan pembangunan Kampus IPDN di Minahasa, Sulawesi Utara.
Sidang putusan terdakwa Dudy Jocom di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang putusan terdakwa Dudy Jocom di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
"Menimbang bahwa majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan dari jaksa penuntut umum karena dipandang terlalu tinggi. Dengan pertimbangan bahwa dalam kaitan perkara ini, terdakwa Dudy Jocom selaku PPK juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam tiga perkara lagi, yaitu dalam proyek pengadaan pembangunan kampus IPDN di Rokan Hilir Riau, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan dan Minahasa, Sulawesi Utara," kata Ketua Majelis Hakim Sunarso dalam sidang vonis Dudy di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/11).
ADVERTISEMENT
Diketahui untuk dugaan korupsi pembangunan kampus IPDN Rokan Hilir, Dudy Jocom telah ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 14 Maret 2017. Akibatnya, negara diduga merugi sekitar Rp 34 miliar dari nilai proyek Rp 91,62 miliar. Sementara untuk pembangunan kampus IPDN di Gowa dan Minahasa status tersangkanya belum diumumkan KPK.
Seusai sidang vonis, jaksa KPK Budi Nugraha, membenarkan adanya dugaan korupsi yang dilakukan oleh Dudy dalam tiga proyek pembangunan kampus IPDN tersebut.
"Dia memang dikenakan tiga perkara lain, ini setelah penyidikan yah. IPDN sisaanya itu," ujar Budi.
Seperti diketahui, pada 12 Januari 2009 saat ditetapkannya Peraturan Presiden RI Nomor 1 tahun 2009 tentang penggabungan sekolah tinggi pemerintahan dalam negeri ke dalam institut ilmu pemerintahan, Kemendagri diharuskan membentuk kampus IPDN di daerah untuk melaksanakan pendidikan tinggi kepamongprajaan.
Dudy Jocom bersama Istrinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dudy Jocom bersama Istrinya di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Untuk merealisasikannya, Kemendagri melaksanakan kegiatan proyek pekerjaan pembangunan gedung kampus IPDN secara bertahap. Setidaknya pemerintah membangun tujuh kampus tambahan di Agam, Sumatera Barat; Minahasa, Sulawesi Utara; Gowa, Sulawesi Selatan; Rokan Hilir, Riau; Pontianak, Kalimantan Barat; Mataram, Nusa Tenggara Barat; dan Jayapura, Papua.Pontianak, Kalimantan Barat; Mataram, Nusa Tenggara Barat; dan Jayapura, Papua
ADVERTISEMENT
Dalam perkara korupsi dalam pembangunan kampus IPDN di Kabupaten Agam, Perbuatan Dudy disebut telah memperkaya orang lain yaitu kepada General Manager PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan sebesar Rp 571 juta, Hendra sebesar Rp 2 miliar, Bambang Mustaqim sebesar Rp 500 juta, Mohamad Rizal sebesar Rp 500 juta, Sri Kandiyati sebesar Rp 100 juta.
Perbuatan Dudy juga disebut menguntungkan korporasi yaitu PT Hutama Karya (Persero) yang seluruhnya sebesar Rp 31,24 miliar. Uang berasal dari pengalihan pekerjaan utama kepada pihak ketiga sebesar Rp 13,81 miliar, pencairan subkontrak fiktif sebesar Rp 8,27 miliar dan kekurangan volume pekerjaan Rp 9,16 miliar.
Lalu menguntungkan PT Yulian Berkah Abadi sebesar Rp 167,8 juta, CV Restu Kreasi Mandiri sebesar Rp 40 juta dan CV Prima Karya sebesar Rp 130 juta
ADVERTISEMENT
"Perbuatan Dudy telah menyebabkan kerugian negara Rp 34.804.241.221,96," kata hakim.
Dalam vonisnya, hakim menyatakan hal yang memberatkan yakni perbuatan Dudy tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, tidak mengaku melakukan korupsi dan telah menerima fee proyek. Sedangkan hal yang meringankan Dudy bersikap sopan, belum pernah dihukum dan memiliki tanggungan keluarga.
Atas vonis tersebut, jaksa penuntut umum KPK dan Dudy mengaku masih pikir-pikir.