Harimau dan Gajah Sumatera Terancam Punah

15 Oktober 2018 12:22 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kaki anak gajah sumatera yang terkena jerat baja di Provinsi Riau (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
zoom-in-whitePerbesar
Kaki anak gajah sumatera yang terkena jerat baja di Provinsi Riau (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
ADVERTISEMENT
Dalam kurun dua bulan di periode akhir 2018, satwa langka yakni harimau dan gajah sumatera di Provinsi Riau menderita akibat jerat melukai tubuh mereka. Pertama pada Agustus, seekor anak gajah sumatera liar terjerat di kaki kanannya. Jerat itu mengoyak kaki depannya sampai ke tulang, sehingga membuat mamalia bongsor itu terpisah dari induknya. Meski akhirnya bisa diselamatkan dan dievakuasi ke Pusat Latihan Gajah Minas, sulit untuk anak gajah betina itu untuk dilepasliarkan lagi ke habitatnya akibat terlalu lama terpisah dari kawanannya.
Petugas menunjukan jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menunjukan jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Petugas mengamani bangkai harimau yang mati akibat jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengamani bangkai harimau yang mati akibat jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Peristiwa pada akhir Septembar lebih tragis lagi. Seekor harimau sumatera liar mati mengenaskan akibat jerat kawat baja mencengkram perutnya, di Kabupaten Kuantan Singingi. Bahkan, jerat itu telah merenggut tiga nyawa, karena satwa bernama latin Panthera tigris sumatrae itu tengah bunting besar. Harimau itu seharusnya dalam 10 sampai 14 hari lagi akan melahirkan. Seandainya dia selamat hari itu, maka dua anak harimau berkelamin jantan dan betina bisa dilahirkan. Dan hingga kini belum ada pelaku yang dihukum akibat perbuatan itu.
Petugas menunjukan janin dari harimau yang mati akibat jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas menunjukan janin dari harimau yang mati akibat jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Petugas mengamani bangkai harimau yang mati akibat jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengamani bangkai harimau yang mati akibat jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Petugas mengamani bangkai harimau yang mati akibat jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengamani bangkai harimau yang mati akibat jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Harimau dan gajah merupakan satwa endemik di Pulau Sumatera, yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Namun, kenyataannya kehidupan mereka makin terancam punah dan insiden penjeratan hanya sekelumit masalah yang sebenarnya. Data dari Forum Konservasi Gajah Indonesia menyebutkan, populasi gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) menurun drastis hingga 70 persen dalam kurun 20-30 tahun terakhir, dan diperkirakan tinggal sekitar 1.970 ekor pada 2013.
Petugas mengobati kaki anak gajah sumatera yang terkena jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengobati kaki anak gajah sumatera yang terkena jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Anak gajah sumatera yang terkena jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
zoom-in-whitePerbesar
Anak gajah sumatera yang terkena jerat baja di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Sementara itu, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, diperkirakan tinggal 400 ekor harimau sumatera di alam liar dan sepertiganya ada di Riau. Keberadaan mereka kian kritis karena ancaman kehilangan habitat hutan karena menjadi perkebunan dan permukiman, konflik dengan manusia, serta perburuan. Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi mencatat, dalam kurun waktu 25 tahun Pulau Sumatera kehilangan sembilan juta hektare hutan. Pada 1990 tutupan hutan di Sumatera masih 20 juta hektare, namun pada 2015 hutan Sumatera yang tersisa tinggal 11 juta hektare. Jika kondisi ini masih terus berlanjut dan tidak ada upaya yang nyata, maka dalam waktu 25 tahun ke depan tidak akan ada lagi hutan di Sumatera.
Suasana perkebunan sawit di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana perkebunan sawit di Provinsi Riau. (Foto: ANTARA FOTO/FB Anggoro)
Hutan sebagai habitat satwa yang makin menciut, menyebabkan konflik dengan manusia tak terhindari. Manusia masih menganggap gajah sebagai hama dan harimau adalah predator berbahaya. Konflik itu juga menjadi celah bagi masuknya sindikat pemburu satwa langka. Warga pemasang jerat kerap mengaku itu untuk menangkap babi, padahal tidak tertutup kemungkinan itu sebagai kedok untuk menangkap harimau maupun gajah. Konflik satwa langka dengan manusia akan terus berulang hingga Harimau dan Gajah Sumatera benar-benar punah.
ADVERTISEMENT