Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Mendekati berakhirnya masa jabatan DPR periode 2014-2019, Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis total capaian legislatif selama lima tahun terakhir. ICW menyebut, dari 189 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk Program Legislatif Nasional (Prolegnas), hanya 26 UU yang berhasil disahkan.
ADVERTISEMENT
“DPR hanya mampu menyelesaikan 10 persen RUU dari jumlah target prolegnas yang disusun,” ujar Peneliti ICW Almas Sjafira di Sekretariat ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (7/4).
Almas menilai capaian tersebut sangat mengecewakan. Sebab, setiap tahunnya, DPR membuat 40-50 RUU yang menjadi Prolegnas Prioritas.
Tapi, dari 5 tahun tersebut, RUU yang dihasilkan per tahunnya jauh di bawah target. Padahal, dari data ICW, anggaran untuk DPR agar melaksanakan tugasnya sebagai legislatif mencapai Rp 1,62 triliun atau sekitar Rp 332,40 milliar per tahun.
Meskipun begitu, Almas menyadari DPR bukanlah satu-satunya pihak yang terlibat dalam pembentukan UU. Tetapi sebagai legislatif, harusnya DPR menjadi pihak yang proaktif menyelesaikan RUU.
Almas lalu menjelaskan soal UU yang kerap menimbulkan polemik saat disahkan. Contohnya adalah revisi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, dan DPRD (MD3) yang banyak dikritik publik.
ADVERTISEMENT
“Substansi UU juga banyak menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Salah satu yang paling mengemuka soal revisi UU MD3. Walaupun pada akhirnya dibatalkan oleh MK (Mahkamah Konstitusi) karena banyak yang mengajukan judicial review,” kata Almas.