Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Istilah Cebong dan Kampret Suatu Kemunduran Demokrasi
9 Juli 2018 13:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi III Desmond Mahesa mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGB Zainul Majdi dan Aagym yang meminta istilah 'cebong' dan 'kampret ' yang biasa dipakai untuk sindirian politik dihilangkan.
ADVERTISEMENT
"Itu suatu niat baik ya," kata Desmon di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (9/7).
Desmon menilai, awal munculnya istilah itu karena adanya kepentingan politik. Selain itu, ia melihat permusuhan dua kubu ini merupakan suatu kemunduran bagi Indonesia.
"Ya itu kan mainan-mainan saja, mainan dari kelompok tertentu. Ini soal kepentingan yang akhirnya membuat perbedaan, ini kan soal kekuasaan. Ini kan mundur, langkah mundur bagi bangsa antar warga saling serang cebong kampret," ucap Desmond.
Istilah cebong biasanya lekat dengan pendukung Jokowi dan Ahok, sedangkan kampret biasanya lekat dengan pendukung Prabowo dkk.
Desmon lantas sedikit menjelaskan mengenai kepemimpinan saat ini. Menurutnya, dua kubu itu disibukKan dengan perdebatan kepemimpinan hingga mengakibatkan perdebatan.
ADVERTISEMENT
"Kekuasaan 5 tahunan ini ya bagi kita kayak mimpi, enggak kerasa. Jokowi sudah 3 tahun menjelang 4 tahun. Kalau nanti tidak terpilih lagi, sudah jadi rakyat biasa," ujar Desmond.
Lebih lanjut, terkait dengan penggunaan istilah 'cebong' dan 'kampret' ini, Desmond sedikit menyinggung masa kepemimpinan Presiden Jokowi. Bahkan ia mencurigai kepemimpinan Jokowi lebih parah dibandingkan dengan SBY.
"Semua ini kan ada perimeter yang jelas. Kita lihat selama dia (Jokowi) berkuasa membawa manfaat enggak? Jangan-jangan lebih parah dibanding SBY, gitu kan? Kalau membawa parah akhirnya membuat cebong malu yang kampret merasa senang," ujarnya.