Jalan-jalan Sore di Tiananmen dan Sejarah Kelam yang Tenggelam

5 November 2017 7:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tiananmen Square, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tiananmen Square, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dingin yang menusuk ditambah kabut polusi tebal di sore itu tidak menyurutkan niat wisatawan untuk pelesir ke Lapangan Tiananmen di Beijing, China. Kegembiraan terlihat di wajah mereka, bermain dan berfoto riang di alun-alun yang menyimpan sejarah kelam lebih dari 20 tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Akhir Oktober lalu kumparan (kumparan.com) berkesempatan mengunjungi lapangan seluas 44 hektar itu. Terletak di depan gerbang Forbidden City dan diapit banyak bangunan penting di pusat kota Beijing, Lapangan Tiananmen bak magnet bagi warga dan wisatawan.
Kedatangan kumparan ke China tidak lama setelah Kongres Partai Komunis rampung. Tidak heran, pengamanan sekitar Aula Agung Rakyat China (Great Hall of the People) tempat dilaksanakannya Kongres masih sangat ketat. Memasuki Lapangan Tiananmen, pengunjung harus melalui detektor logam dan diperiksa kartu identitas dan paspornya, pemandangan yang tidak ditemui di hari-hari biasa.
kumparan masuk dari jalan Guangchang, sisi selatan Tiananmen sebelah barat Mausoleum Mao Zedong, pendiri negara China. Pengunjung bisa berbelanja cinderamata yang tokonya berderet sepanjang jalan ini.
Tiananmen Square, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tiananmen Square, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
Setelah melalui pemeriksaan ketat, kumparan masuk ke Lapangan Tiananmen. Lapangan ini sangat luas dan merupakan tempat berkumpul rakyat China. Bagi wisatawan, Lapangan Tiananmen adalah lokasi berfoto yang all-in-one.
ADVERTISEMENT
Betapa tidak, ada banyak bangunan megah nan penting mengapit Lapangan ini, merupakan latar belakang foto yang menarik. Di bagian barat ada Aula Agung Rakyat China, selatan ada Mausoleum Mao Zedong, timur ada Museum Nasional China, dan di utara adalah bangunan yang wajib difoto, yaitu gerbang masuk Forbidden City dengan gambar besar Mao Zedong terpampang di depannya.
Tapi jangan coba-coba berfoto bersama para tentara yang terlihat tegak berdiri berjaga jika tidak ingin diomeli atau diusir.
Banyak juga para tukang foto keliling di Lapangan Tiananmen, yang sepertinya mulai putus asa. Mereka berteriak serak menawari jasa foto dan cetak, tidak berdaya dengan kemajuan teknologi berupa ponsel pintar yang hasil jepretannya tidak kalah ciamik.
Tiananmen Square, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tiananmen Square, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
Menjelang musim dingin, udara kala kumparan datang berada di bawah 10 derajat Celcius, menggigil. Matahari juga tidak membantu banyak memberi kehangatan, lantaran cahayanya tidak mampu menembus kabut polusi tebal sore itu. Partikel berbahaya PM 2.5 di Beijing dalam sepekan itu lebih dari 100 kali lipat batas aman WHO. Tidak enak rasanya di lidah dan tenggorokan, memang seharusnya pakai masker.
ADVERTISEMENT
Sore jadi saat terbaik untuk mengunjungi Tiananmen. Pasalnya di waktu ini para tentara akan melakukan parade baris berbaris untuk upacara penurunan bendera China. Atraksi yang cukup aduhai untuk diabadikan.
Tentara kemudian menggiring seluruh pengunjung ke bagian utara tempat tiang bendera berada. Tidak ada yang boleh duduk selama proses penurunan bendera, semuanya menyaksikan. Tidak khidmat, karena wisatawan berebut berfoto.
Usai penurunan bendera, tentara kembali menggiring pengunjung, kali ini ke jembatan yang jadi pintu keluar Lapangan Tiananmen. Iya, salah satu alun-alun terbesar di dunia itu dikosongkan di malam hari. Terpaksa kumparan harus berlalu.
Tiananmen Square, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tiananmen Square, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
Sejarah Kelam
Mengunjungi Lapangan Tiananmen tidak hanya soal berfoto dan berwisata, tapi juga mengenang sejarah yang membangun China. Tiananmen berdiri sejak abad ke-15, ketika para kaisar berkuasa di negara itu. Di abad modern, Tiananmen jadi saksi bisu sejarah kelam yang tenggelam di kalangan kaum milenial China.
ADVERTISEMENT
Kenangan ini bangkit ketika kumparan mengingat video paling epik dalam protes berdarah mahasiswa tahun 1989. Pada 28 tahun yang lalu, seorang pria sembari membawa plastik belanjaan dengan gagah berani mengadang barisan tank baja.
"Di mana lokasi video itu ya?" tanya kumparan kepada beberapa pemuda Beijing yang tengah berkumpul di Lapangan Tiananmen.
Tidak disangka, mereka kebingungan menjawabnya. Sampai seseorang di antara mereka menunjuk sebuah titik di Jalan Chang'an, tapi dia juga terlihat tidak yakin.
"Tapi kalian tahu peristiwa 1989?" tanya kumparan lagi.
"Kami tidak tahu banyak, membicarakan hal itu terlarang di China. Itu hal yang tabu," kata seorang pemuda berusia 20-an, Joshua --bukan nama sebenarnya-- kepada kumparan.
Pemerintah China memang menerapkan sensor yang sangat ketat untuk segala macam pencarian tentang peristiwa 4 Juni 1989. Ini mudah saja bagi China yang memblokir semua situs dari Barat dan punya sistem pencarian internet sendiri. Tidak ada Google dan sebangsanya di negara ini.
ADVERTISEMENT
Para milenial di China hampir tidak paham sejarah kelam ini. China apik menyensornya. Tragedi ini haram disinggung dalam koran, buku, dan pelajaran sekolah. China tidak segan menutup kantor berita, rumah produksi, dan menangkap penulis artikel soal tragedi ini. "Kami tidak boleh membicarakannya," kata pemuda lainnya, David --juga bukan nama sebenarnya.
Demo Tiananmen 1989. (Foto: Catherine Henriette/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Demo Tiananmen 1989. (Foto: Catherine Henriette/AFP)
Aksi pro-demokrasi tahun 1989 diawali oleh kematian tokoh Partai Komunis China yang pro-keterbukaan dan reformasi, Hu Yaobang. Kematian Hu mengundang aksi massa turun ke jalan di berbagai kota, terbesar di Beijing, pusatnya di Tiananmen.
Puluhan ribu mahasiswa memenuhi Tiananmen, meneriakkan reformasi dan demokrasi. Mereka mendirikan replika patung "Dewi Demokrasi", mirip Patung Liberty di New York. Gerakan ini mengancam sistem satu partai di China, memaksa pemerintah melakukan tindakan tegas.
ADVERTISEMENT
Pemerintah menerapkan darurat militer, dan puncaknya adalah pada 4 Juni. Tentara menembaki para mahasiswa dengan peluru tajam, mengejar warga dan membunuhi mereka. Tentara juga menurunkan tank, melindas para pendemo.
Dua puluh delapan tahun lalu, Tiananmen yang kini jadi tempat wisata favorit bersimbah darah. Data pemerintah China, ada 218 warga sipil, 10 tentara, dan 13 polisi yang tewas. Namun catatan Palang Merah China berbeda jauh, ada hingga 2.600 warga sipil yang tewas.
Lebih dari 10 ribu orang ditahan atas tuduhan subversi dan kekerasan, dipenjara tahunan. Tahanan terakhir demo Tiananmen yang dibebaskan adalah Miao Deshun, pada 2016, 27 tahun kemudian.
Pembantaian Lapangan Tiananmen 1989 (Foto: Catherine Henriette/AFP Files/AFP)
zoom-in-whitePerbesar
Pembantaian Lapangan Tiananmen 1989 (Foto: Catherine Henriette/AFP Files/AFP)
Perspektif Jangka Panjang
Wang Yiwei, profesor studi internasional di Renmin University, Beijing, mengatakan alasan tragedi Tiananmen tabu dibicarakan karena pemerintah China melihat "sejarah dari perspektif jangka panjang".
ADVERTISEMENT
Menurut dia, pemerintah dan masyarakat menolak untuk hanya fokus pada peristiwa tersebut dan melupakan sejarah yang akan dibangun di masa depan. Pandangan ini pernah disampaikan Perdana Menteri Zhou Enlai kepada Presiden AS Richard Nixon.
"Pada tahun 1970-an, Presiden Nixon bertanya kepada Perdana Menteri Zhou Enlai tentang bagaimana cara mengevaluasi Revolusi Prancis. Zhou mengatakan, waktu 200 tahun terlalu cepat," ujar Wang kepada kumparan.
Sejak tragedi Tiananmen, tidak pernah ada lagi upaya menggoyang sistem politik China. Pemerintah dan rakyat China lebih fokus melakukan reformasi ekonomi ketimbang reformasi politik. Sistem satu partai berlandaskan ideologi sosialis komunis "dengan karakteristik China" tetap tidak tergoyahkan.
Masyarakat China, lanjut Wang, saat ini cenderung mendukung setiap keputusan pemerintah yang menghasilkan kebaikan ekonomi bagi rakyat.
ADVERTISEMENT
"Masyarakat mendukung pilihan pemerintah, contohnya dalam menciptakan stabilitas ekonomi jangka panjang. Sejarah yang akan membuktikannya," tutur Wang.
Sementara itu, para milenial China yang hampir tidak tahu sejarah tragedi Tiananmen tidak menuntut banyak. Mereka pasrah dengan ketetapan pemerintah, enggan membahasnya lebih lanjut.
"Mungkin suatu saat pemerintah akan mengungkapkan rahasianya," ujar David.
Tiananmen Square, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tiananmen Square, China (Foto: Denny Armandhanu/kumparan)
---------------------------
Catatan redaksi: Berita ini telah mendapatkan penambahan komentar dari Profesor Wang Yiwei dari Renmin University, Beijing.