JK: Limbah Plastik karena Orang Malas Cuci Piring, Ingin Sekali Pakai

1 Maret 2019 15:03 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Presiden Jusuf Kalla menutup Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama di Ponpes Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Banjar, Jawa Barat. Foto: Dok. Setwapres
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Presiden Jusuf Kalla menutup Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama di Ponpes Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Banjar, Jawa Barat. Foto: Dok. Setwapres
ADVERTISEMENT
Limbah sampah plastik menjadi salah satu hal yang dibicarakan dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdhlatul Ulama Tahun 2019. Menanggapi hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam sambutannya meminta agar masyarakat, khususnya kader NU, benar-benar memperhatikan masalah ini.
ADVERTISEMENT
JK menjelaskan, sampah plastik berbeda dengan sampah lainnya seperti bekas makanan dan bekas kertas yang dalam hitungan hari dapat hancur dan menjadi bagian dari tanah. Sampah plastik, kata dia, memerlukan waktu lebih 100 tahun untuk bisa terurai.
"Sampah plastik itu bisa tahan 100 tahun. Kalau ada di tanah, dia (selama) 100 tahun tetap itu, tidak hancur," kata JK di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar, Banjar, Jawa Barat, Jumat (1/3).
Wakil Presiden Jusuf Kalla menutup Musyawarah Nasional Nahdatul Ulama di Ponpes Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Banjar, Jawa Barat. Foto: Dok. Setwapres
Menurut JK, meningkatnya sampah plastik terjadi akibat malasnya masyarakat untuk mencuci peralatan makan mereka. Kebiasaan malas ini mulai terjadi di kalangan orang barat yang lebih menyukai alat makan sekali pakai dibandingkan harus mencucinya.
"Tetapi sebenarnya muncul di barat yang mulai malas untuk mencuci piring, mulai malas untuk (mencuci) botol-botol, mulai malas, jadi hanya ingin sekali pakai. Pergi ke mall, ke pasar tidak bawa keranjang lagi. Dulu ibu-ibu kita kalau pergi ke pasar bawa keranjang, sekarang pergi ke pasar ibu-ibu tinggal beli, dikasih plastik, di rumah dibuang, menjadilah kemudian kotoran sampah plastik yang berbahaya untuk seluruh keturunan kita," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Dulu habis minum dicuci itu gelas, botol supaya dipakai lagi. Sekarang begitu habis minum Aqua langsung dibuang. Itu semua itulah yang menyebabkan semua dari sumber kemalasan untuk mencuci, untuk memakai ulang, membersihkan, maka buang saja, ganti lagi yang baru," imbuhnya lagi.
Seorang perempuan mencari sampah plastik di muara sungai Jangkuk, Ampenan, Mataram. Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
JK pun mengajak masyarakat dan kader NU untuk menghilangkan kebiasaan membuang plastik dan kembali kepada kebiasaan lama untuk mencuci kembali peralatan makan mereka. Hal itu perlu dilakukan untuk mengurangi semakin bertambahnya sampah plastik.
"Jadi untuk menyelesaikan itu ialah kembali memakai botol yang gelas, atau tidak perlu gelas tapi dicuci lagi. Supaya daripada dibuang, jadi kalau pergi minum kopi minta gelas. Sekarang minum kopi dikasih gelas plastik, diminum habis kopinya, dibuang. Itulah semua yang menyebabkan sampah plastik. Karena penduduk kita paling banyak, maka kita sampah plastiknya juga termasuk banyak setelah China," tuturnya.
Seorang anak bermain di tepi Pantai Pulau Pari yang dipenuhi sampah. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT