G20, Osaka, Jepang

Jokowi Akhirnya Setuju Revisi UU KPK

12 September 2019 6:19 WIB
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi ternyata memilih keputusan tak populer dengan menyetujui revisi UU KPK, di tengah kuatnya kritikan kepada DPR atas keinginan merevisi UU yang dianggap akan melemahkan KPK tersebut.
ADVERTISEMENT
Sikap Jokowi itu ditandai dengan terbitnya surat presiden (surpres) revisi UU KPK ke DPR.
"Surpres revisi UU KPK sudah diteken Presiden dan sudah dikirim ke DPR," ucap Mensesneg Pratikno di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (11/9).
Presiden Jokowi. Foto: AFP
Surpres itu berisi persetujuan pemerintah membahas revisi UU KPK, disertai penunjukkan menteri yang akan terlibat dalam pembahasan. Dalam hal ini kemungkinan Jokowi menunjuk Menkumham Yasonna Laoly.
Bersamaan dengan surpres itu juga, Jokowi menyerahkan draf atau Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terkait hal-hal yang perlu direvisi dalam UU KPK oleh DPR.
Menkumham Yasonna Laoly saat Konferensi pers pertemuan Siti Aisyah bersama keluarganya di Kementerian Luar Negeri. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Sementara itu, Yasonna mengaku sudah menerima draf revisi UU KPK yang sekarang, namun belum bisa berkomentar karena masih harus dipelajari.
"Kan saya diberikan draf revisi UU KPK untuk saya pelajari. Itu saja dulu. Kita akan pelajari dulu kita lihat nanti seperti apa," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/9).
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Yasonna memastikan beberapa isu di revisi UU KPK adalah bentuk masukan yang baik, di antaranya soal pembentukan Dewan Pengawas KPK.
Ilustrasi gedung KPK Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
Namun KPK menolak adanya revisi UU KPK. Menurut Wakil Ketua KPK, jika revisi disahkan, maka singkatan KPK menjadi Komisi Pencegahan Korupsi.
"Kalau misalkan revisi undang-undang ini lolos, sebetulnya mungkin paling sederhana KPK-nya singkatannya diubah, Komisi Pencegahan Korupsi," ujar Agus saat di PUKAT UGM, Rabu (11/9).
Padahal, kata Agus, Singapura melalui CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau) atau KPK-nya Singapura, sedang mengembangkan penindakan tidak hanya penyelenggara negaranya saja.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Menurut Agus, Singapura membentuk koridor bahwa gratifikasi dalam bisnis itu dilarang. Mestinya hal ini terjadi di Indonesia, memperbaiki undang-undang tipikor agar mirip seperti negara lain bukan merevisi UU KPK yang berujung pada pelemahan.
ADVERTISEMENT
"(Korupsi) private sektor, swasta diperhatikan, trading influence (memperdagangkan pengaruh). Misal trading influence saya bupati minta anak saya minta di SMA 1 itu mungkin kan. Trading influence itu tidak ada uangnya. Mestinya kita memperbaiki ke arah sana ini kok malah side back. Malah kembali," katanya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten