Ketua KPK: Kalau Revisi Disetujui, Jadi Komisi Pencegahan Korupsi

11 September 2019 16:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua KPK Agus Raharjo menolak rencana DPR merevisi UU tentang KPK yang diinisiasi oleh DPR dan memicu polemik. Menurutnya, jika revisi disahkan, maka singkatan KPK menjadi Komisi Pencegahan Korupsi.
ADVERTISEMENT
"Kalau misalkan revisi undang-undang ini lolos, sebetulnya mungkin paling sederhana KPK-nya singkatannya diubah, Komisi Pencegahan Korupsi," ujar Agus saat di PUKAT UGM, Rabu (11/9).
Padahal, kata Agus, Singapura melalui CPIB (Corrupt Practice Investigation Bureau) atau KPK-nya Singapura, sedang mengembangkan penindakan tidak hanya penyelenggara negaranya saja.
"Kalau kita melihat negara lain penindakan itu bahkan bukan hanya kepada penyelanggara negara. Singapura itu memulai KPK-nya itu 1952. Tahun 1952 mereka sudah membentuk yang namanya CPIB. Kenapa mereka bisa bersih benar, karena penindakannya itu bukan hanya kepada penyelenggara negara," ujarnya.
"Supir truk, pedagang ikan, itu sama sekali bukan pegawai negeri. Pedagang ikan yang nyogok restoran nyogok hotel supaya dia menerima suplai iklannya ditangkap lho yang nangkap CPIB bukan polisi, itu di negara lain," katanya.
ADVERTISEMENT
Negara seperti Singapura ini membentuk koridor bahwa gratifikasi dalam bisnis itu dilarang. Mestinya hal ini terjadi di Indonesia, memperbaiki undang-undang tipikor agar mirip seperti negara lain bukan merevisi UU KPK yang berujung pada pelemahan.
"(Korupsi) private sektor, swasta diperhatikan, trading influence (memperdagangkan pengaruh). Misal trading influence saya bupati minta anak saya minta di SMA 1 itu mungkin kan. Trading influence itu tidak ada uangnya. Mestinya kita memperbaiki ke arah sana ini kok malah side back. Malah kembali," katanya.
Agus menegaskan dalam amanat reformasi terdapat dua putusan MPR nomor 11 dan 8 yang intinya terkait penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN.
"Mestinya kita memperbarui agenda kita antikorupsi, ini malah balik. Balik ke arah pada waktu (orde baru) itu yang menimbulkan krisis. Apa kita mau krisis lagi. Ini pesan yang paling penting, jangan lupa pada sejarah, jangan lupa amanat reformasi. Kita harus berjalan di atas amanat," katanya.
ADVERTISEMENT
Dia pun berharap kepada Presiden Jokowi agar ingat betul semangat reformasi. Mestinya perubahan searah dengan tata kelola yang lebih baik.
"Sangat berharap pada pengurus pemerintahan kita sudah melalui zaman reformasi. Yang mendudukkan presiden Jokowi kan demokrasi yang terjadi pada waktu zaman reformasi. Oleh karena itu semangat reformasi sama sekali jangan dilupakan. Mari kita ingat itu. Mestinya perubahan searah dengan tata kelola yang lebih baik," tegasnya.