Jual Beli Jabatan, Bupati Cirebon Didakwa Terima Suap Rp 100 Juta

27 Februari 2019 14:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati nonaktif Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Bupati nonaktif Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
Bupati Cirebon nonaktif, Sunjaya Purwadisastra, menjalani sidang perdana dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan di Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Rabu (27/2).
ADVERTISEMENT
Sunjaya melalui ajudannya Deni Syafrudin didakwa menerima suap dari Gatot Rachmanto senilai Rp 100 juta. Suap itu diberikan karena ia telah melantik Gatot sebagai Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Cirebon pada Juli 2018.
“Terdakwa dan Deni Syafrudin mengetahui atau patut menduga bahwa pemberian uang tersebut karena terdakwa telah mengangkat dan melantik Gatot Rachmanto sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon," ucap jaksa KPK Iskandar Marwanto saat membaca dakwaan Sunjaya. Terdakwa dalam proses promosi jabatan di Pemerintahan Kabupaten
Jaksa menilai, Sunjaya selama menjabat Bupati Cirebon kerap melakukan intervensi terhadap tugas Tim Penilai Kinerja PNS sehingga tugas dan fungsi Tim Penilai Kinerja PNS hanya formalitas.
Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra. Foto: Instagram@kangsunjaya
Dalam promosi jabatan tersebut, Sunjaya disebut sering meminta imbalan uang kepada pejabat yang dilantik dengan besaran untuk jabatan setingkat eselon III A sebesar Rp 100 juta, untuk jabatan setingkat eselon III B sebesar Rp 50 juta sampai dengan Rp 75 juta, dan untuk jabatan setingkat eselon IV sebesar Rp 25 juta sampai dengan Rp 30 juta.
ADVERTISEMENT
"Permintaan imbalan uang tersebut juga dilakukan oleh terdakwa (Sunjaya) ketika mempromosikan Gatot Rachmanto dalam jabatan Eselon III A sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon," jelas Iskandar.
Permintaan uang itu bermula pada bulan Juli 2018. Saat itu Sunjaya sebelum menyetujui usulan promosi tersebut menanyakan "komitmen" dan "loyalitas" kepada Gatot dan disanggupi oleh Gatot.
Setelah itu pada akhir bulan Juli 2018 Kepala Dinas PUPR Cirebon, Avip Suherdian, mengusulkan nama Gatot sebagai Sekretaris Dinas PUPR dan langsung disetujui Sunjaya.
Bupati nonaktif Cirebon, Sunjaya Purwadisastra. Foto: Okky Ardiansyah/kumparan
"Terdakwa (Sunjaya) langsung menyetujui usulan tersebut dan meminta Avip Suherdian mengingatkan Gatot Rachmanto perihal imbalan uang untuk terdakwa," ucap Iskandar.
Avip kemudian mengusulkan Gatot sebagai Sekretaris Dinas PUPR berdasarkan surat Nomor 800/2124/Sekr tanggal 8 Agustus 2018 yang ditujukan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pemkab Cirebon, Supadi Priyatna dengan tembusan ke Sunjaya.
ADVERTISEMENT
Atas usulan itu Sunjaya langsung mendisposisi “agar ditindaklanjuti” yang ditujukan kepada Supadi. Akhirnya pada 3 Oktober 2018 Gatot dilantik Sunjaya sebagai Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon.
Setelah itu pada 22 Oktober 2018 sekitar pukul 17.00 WIB, Sunjaya menerima telepon dari Gatot yang menyampaikan keinginannya untuk memberikan uang terkait promosi dirinya.
"Terdakwa pada saat itu mengatakan “nanti yang ‘itu’ titip ke Deni aja ya?” kemudian terdakwa menyerahkan handphonenya kepada Deni Syafrudin," kata Iskandar.
"Selanjutnya Deni yang pada saat itu mendengar perkataan terdakwa langsung memahami maksud terdakwa. Sehingga kemudian Deni membuat kesepakatan dengan Gatot untuk bertemu guna penyerahan uang tersebut," lanjut Iskandar.
Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon Gatot Rachmanto usai diperiksa KPK, Jakarta, Kamis (25/10). Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Penyerahan uang pun terjadi pada 23 Oktober 2018 di ruang kerja Gatot. Saat itu Gatot menyerahkan tas berisi uang Rp 100 juta kepada Deni sambil menyampaikan “Mas titip ke Bapak, 100”.
ADVERTISEMENT
Setelah menerima uang dari Gatot, lanjut Iskandar, Sunjaya meminta Deni untuk mentransfer uang Rp 250 juta untuk keperluan sumbangan acara Hari Sumpah Pemuda (PDIP).
"Atas dasar arahan terdakwa tersebut, Deni menggabungkan uang yang berasal dari Gatot Rp 100 juta dengan uang milik terdakwa Rp 70 juta ditambah dengan uang Rp 80 juta pemberian dari Supadi. Deni kemudian menyetorkan uang Rp 250 juta ke rekening Bank Mandiri atas nama Elvi Diana," jelas Iskandar.
Atas perbuatannya, Sunjaya didakwa melanggar Pasal 12 huruf b UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT
Seusai persidangan, Sunjaya mengaku pasrah dengan dakwaan jaksa. Ia pun mengakui kesalahan dan menyesal atas perbuatan yang telah dilakukan.
“Saya, sih, sudah apa kata jaksa dan hakim saja. Mungkin bapak-bapak dan rekan-rekan sudah mendengar sendiri. Saya pokoknya pasrah apa yang didakwakan, itu saja," ucap Sunjaya.
"Saya merasa bersalah walaupun itu keterpaksaan. Saya salah dan menyesal atas perbuatan saya menerima gratifikasi sejumlah Rp 100 juta dari saudara Gatot walaupun uangnya masih di ajudan,” tutup Sunjaya.